Komplikasi Dini
- Hipotensi
- Blok Spinal Tinggi/Total
- Mual dan Muntah
- Penurunan Panas Tubuh
Komplikasi Lanjut
• Post Dural Puncture Headache (PDPH)
• Nyeri Punggung (Backache)
• Cauda Equina Sindrom
• Meningitis
• Retensi Urine
• Spinal hematoma
HIPOTENSI
• Kehilangan Penglihatan Pasca Operasi (Post Operative Visual Loss/POVL)
• Paling sering terjadi dengan derajat bervariasi dan bersifat individual.
• Mungkin akan lebih berat pada pasien dengan hipovolemia.
• Biasanya terjadi pada menit ke-20 setelah injeksi obat lokal anestesi.
• Derajat hipotensi berhubungan dengan kecepatan masuknya obat lokal anestesi kedalam ruang subarakhnoid dan meluasnya blok simpatis.
• Hipotensi didefinisikan sebagai penurunan 20% dari tekanan darah dasar (baseline) atau tekanan darah sistolik kurang dari 100 mmHg yang disebabkan terutama oleh penurunan cardiac output yang terjadi secara sekunder akibat berkurangnya preload akibat ditingkatkannya venous capacitance setelah blok simpatis, oklusi vena cava inferior atau perdarahan.
• Hipovolemia dapat menyebabkan depresi serius sistem kardiovaskuler selama spinal anestesi karena pada hipovolemia tekanan darah dipelihara dengan peningkatan simpatis yang menyebabkan vasokonstriksi perifer.
• Merupakan kontraindikasi relatif spinal anestesi, tetapi jika normovolemi dapat dicapai dengan penggantian volume cairan maka spinal anestesi bisa dikerjakan.
• Pasien hamil sensitif terhadap blokade simpatis dan hipotensi, hal ini karena obstruksi mekanis venous return, sehingga pasien hamil harus ditempatkan pada posisi miring lateral segera setelah spinal anestesi untuk mencegah kompresi vena cava.
• Pasien tua dengan hipovolemi dan iskemi jantung lebih sering terjadi hipotensi dibanding dengan pasien muda..
• Obat lokal anestesi juga berpengaruh terhadap derajat hipotensi.
• Tetrakain à hipotensi lebih berat dibanding bupivakain. Hal ini mungkin disebabkan karena blokade simpatis tetrakain lebih besar dibanding bupivakain.
• Barisitas lokal anestesi mungkin juga berpengaruh terhadap hipotensi, larutan hiperbarik menyebabkan hipotensi lebuh tinggi dibanding larutan isobarik atau hipobarik.
• Hal ini berhubungan dengan perbedaan level blok simpatis yang lebih tinggi karena larutan hiperbarik menyebar lebih luas daripada isobarik atau hipobarik.
Pencegahan
• Pemberian cairan RL 500-1000 ml secara intravena sebelum anestesi spinal dapat menurunkan insidensi hipotensi atau preloading dengan 1-5 L cairan elektrolit atau koloid digunakan secara luas untuk mencegah hipotensi.
• Dasarnya adalah peningkatan volume sirkulasi untuk mengkompensasi penurunan resistensi perifer.
Terapi
• Ada beberapa alternatif
• Autotranfusi dengan posisi head down dapat menambah kecepatan pemberian preload.
• Bradikardi yang berat dapat diberikan antikolinergik.
• Jika hipotensi tetap terjadi setelah pemberian cairan,
maka vasopresor langsung atau tidak langsung dapat diberikan, seperti efedrin dengan dosis 5-10 mg bolus iv.
• Efedrin merupakan vasopresor tidak langsung, meningkatkan kontraksi otot jantung (efek sentral) dan vasokonstriktor (efek perifer).
• Vasopresor langsung seperti phenilefrin à memperbaiki tonus vena, menyebabkan vasokonstriksi arteriola dan meningkatkan preload.
• Pada kasus hipotensi berat, epinephrineà memberi perfusi koroner sebelum iskemi mencetuskan kardiak arrest.
• Jika hipotensi disertai bradikardi, phenilefrin mungkin lebih baik dihindari, kecuali disertai dengan atropin 0,4-1,2 mg.
BLOKADE TOTAL SPINAL/SPINAL TINGGI
• Total Spinal à blokade medula spinalis sampai ke cervical oleh suatu obat lokal anestesi.
• Jarang terjadi jika dosis yang disarankan untuk obat lokal anestesi digunakan.
• Faktor pencetus à pasien mengejan, dosis obat lokal anestesi yang digunakan, posisi pasien terutama bila mengunakan obat hiperbarik.
• Sesak nafas dan sukar bernafas merupakan gejala utama dari blok spinal tinggi.
• Sering disertai dengan mual, muntah, precordial discomfort dan gelisah.
• Apabila blok semakin tinggi, penderita menjadi apnea, kesadaran menurun disertai hipotensi yang berat dan jika tidak ditolong akan terjadi henti jantung.
Penanganan
• Usahakan jalan nafas tetap bebas, kadang diperlukan bantuan nafas lewat face mask.
• Jika depresi pernafasan makin berat perlu segera dilakukan intubasi endotrakheal dan kontrol ventilasi untuk menjamin oksigenasi yang adekuat.
• Bantuan sirkulasi dengan dekompresi jantung luar diperlukan bila terjadi henti jantung.
• Pemberian cairan kristaloid 10-20 ml/kgBB diperlukan untuk mencegah hipotensi.
• Jika hipotensi tetap terjadi atau jika pemberian cairan yang agresif harus dihindari maka pemberian vasopresor merupakan pilihan, seperti adrenalin dan sulfas atropin.
MUAL MUNTAH
• Bila terjadi mual muntah à karena hipotensi, disamping itu juga adanya aktifitas parasimpatik yang menyebabkan peningkatan peristaltik usus, juga karena tarikan nervus dan pleksus khususnya N. Vagus, adanya empedu dalam lambung oleh karena relaksasi pilorus dan sphincter duktus biliverus, faktor psikologis dan hipoksia.
Penanganan
• Untuk mengatasi hipotensi à loading cairan 10-20 ml/kgBB kristaloid, atau
• Pemberian bolus efedrin 5-10 mg iv.
• Oksigenasi yang adekuat untuk mengatasi hipoksia.
• Dapat juga diberikan anti emetik.
Penurunan Panas Tubuh (Shivering)
• Sekresi katekolamin ditekan shg produksi panas oleh metabolisme berkurang
• Vasodilatasi pada anggota tubuh bawah merupakan predisposisi terjadinya hipotermi.
Penanganan
• Pemberian suhu panas dari luar dengan alat pemanas.
Komplikasi Lanjut
PDPH (Post Dural Puncture Headache)
• Disebabkan adanya kebocoran cairan cerebrospinalis(LCS) akibat tindakan penusukan jaringan spinal yang menyebabkan penurunan tekanan LCS.
• Akibatnya terjadi ketidakseimbangan pada volume LCS dimana penurunan volume LCS melebihi kecepatan produksi.
• LCS diproduksi oleh pleksus khoroideus yang terdapat di sistem ventrikel sebanyak 20 ml per jam.
• Kondisi ini akan menyebabkan tarian pada struktur intrakranial yang sangat peka terhadap nyeri yaitu pembuluh darah, saraf, falk serebri dan meninges, dimana nyeri akan timbul setelah kehilangan LCS sekitar 20 ml.
• Nyeri akan meningkat pada posisi tegak dan akan berkurang bila berbaring, hal ini disebabkan pada saat berdiri LCS dari otak mengalir ke bawah dan saat berbaring LCS mengalir kembali ke rongga tengkorakdan akan melindungi otak sehingga nyeri berkurang.
• PDPH ditandai dengan nyeri kepala yang hebat, pandangan kabur dan diplopia, mual dan penurunan tekanan darah.
• Onset terjadinya adalah 12-48 jam setelah prosedur spinal anestesi.
Pencegahan dan Penanganan
• Hidrasi dengan cairan yang adekuat, gunakan jarum sekecil mungkin (dianjurkan < 24) dan menggunakan jarum non cutting 9pencil point),
• Hindari penusukan jarum yang berulang-ulang.
• Tusukan jarum dengan bevel sejajar serabut longitudinal duramater,
• Mobilisasi seawal mungkin,
• Gunakan pendekatan paramedian.
• Jika nyeri kepala tidak berat dan tidak mengganggu aktivitas maka hanya diperlukan terapi konservatif yaitu bedrest dengan posisi supine, pemberian cairan intra vena maupun peroral, oksigenasi adekuat,
• pemberian sedasi dan analgesi yang meliputi pemberian kafein 300 mg peroral atau kafein benzoat 500 mg iv atau im, asetaminofen atau NSAID.
• Hidrasi dan pemberian kafein membantu menstimulasi pembentukan LCS.
NYERI PUNGGUNG/ BACKACHE
• Tusukan jarum yang mengenai kulit, otot dan ligamentum dapat menyebabkan nyeri punggung à jarang terjadi pada spinal anestesi.
• Nyeri ini tidak berbeda dengan nyeri yang menyertai anestesi umum, biasanya bersifat ringan, sehingga analgetik post operatif biasanya bisa menutup nyeri ini.
• Relaksasi otot yang berlebih pada posisi litotomi dapat menyebabkan ketegangan ligamenum lumbal selama spinal anestesi.
• Rasa sakit punggung setelah spinal anestesi sering terjadi tiba-tiba dan sembuh dengan sendirinya setelah 48 jam atau dengan terapi konservatif.
• Adakalanya spasme otot paraspinosus menjadi penyebab.
Penanganan
• Dapat diberikan penanganan dengan istirahat, psikologis, kompres panas pada daerah nyeri dan analgetik anti inflamasi yang diberikan dengan benzodiazepin akan sangat berguna.
CAUDA EQUINA SINDROM
• Terjadi ketika cauda equina terluka atau tertekan.
• Tanda-tanda meliputi disfungsi otonomis, perubahan pengosongan kandung kemih dan usus besar, pengeluaran keringat yang abnormal, kontrol temperatur yang tidak normal, dan kelemahan motorik.
• Penyebab adalah trauma dan toksisitas. Ketika tidak terjadi injeksi yang traumatik intraneural, diasumsikan bahwa obat yang diinjeksikan telah memasuki LCS, bahan-bahan ini bisa menjadi kontaminan seperti detergen atau antiseptik atau bahan pengawet yang berlebihan.
Penanganan
• Penggunaan obat-obat lokal anestesi yang tidak neurotoksik terhadap cauda equina merupakan salah satu pencegahan terhadap sindroma tersebut selain menghindari trauma pada cauda equina waktu melakukan penusukan jarum spinal.
RETENSI URIN
• Blokade sakral menyebabkan atonia vesika urinaria sehingga volume urin di vesika urinaria jadi lebih banyak.
• Blokade simpatik eferen (T5-L1) menyebabkan kenaikan tonus sfinkter yang menghasilkan retensi urine.
• Spinal anestesimenurunkan 5-10% filtrasi glomerulus, perubahan ini sangat tampak pada pasien hipovolemia.
• Retensi post spinal anestesi mungkin secara moderat diperpanjang karena S2 dan S3 berisi serabut-serabut otonomik kecil dan paralisisnya lebih lama daripada serabut-serabut yang lebih besar.
• Kateter urin harus dipasang bila anestesi atau analgesi dilakukan dalam waktu yang lama.
MENINGITIS
• Munculnya bakteri pada ruang subarachnoid tidak mungkin terjadi jika penanganan klinis dilakukan dengan baik.
• Meningitis aseptik mungkin berhubungan dengan injeksi iritan kimiawi telah dideskripsikan tetapi jarang terjadi dengan peralatan sekali pakai dan jumlah larutan anestesi murni lokal yang memadai
• Pencegahan terhadap meningitis dapat dilakukan dengan menggunakan alat-alat dan obat-obatan yang betul-betul steril, menggunakan jarum spinal sekali pakai dan bila terjadi meningitis dilakukan pengobatan dengan pemberian antibiotika yang spesifik.
SPINAL HEMATOMA
• Meski angka kejadiannya kecil, spinal hematom merupakan bahaya besar bagi klinisi karena sering tidak mengetahui sampai terjadi kelainan neurologis yang membahayakan.
• Terjadi akibat trauma jarum spinal pada pembuluh darah di medula spinalis. Dapat secara spontan atau ada hubungannya dengan kelainan neoplastik.
• Hematom yang berkembang di kanalis spinalis dapat menyebabkan penekanan medula spinalis yang menyebabkan iskemik neurologis dan paraplegi.
• Tanda dan gejala tergantung pada level yang terkena, umumnya meliputi: mati rasa, kelemahan otot, kelainan BAB, kelainan sfinkter kandung kemih dan jarang terjadi adalah sakit pinggang yang berat.
• Faktor risikoà abnormalitas medula spinalis, kerusakan hemostasis, kateter spinal yang tidak tepat posisinya, kelainan vesiculer, penusukan yang berulang-ulang.
• Apabila ada kecurigaan maka pemeriksaan MRI, myelografi harus segera dilakukan dan dikonsultasikan ke ahli bedah saraf.
• Banyak perbaikan neurologis pada pasien spinal hematom yang segera mendapatkan dekompresi pembedahan (laminektomi) dalam waktu 8-12 jam.
Kehilangan Penglihatan Pasca Operasi (Post Operative Visual Loss/POVL)
a. Neuropati Optik Iskemik Anterior (NOIA)
• Penyebabnya karna proses infak pada watershed zona diantara daerah yang mendapat distribusi darah dari cabang kecil arteri siliaris posterior brefis dalam korio kapiler
b. Neuropati Optik Iskemik Posterior (NOIP)
• * Penyebabnya gangguan suplai oksigen pada posterior dari n.optikus diantara foramen optikum pada apeks orbita dan pada tempat masuknya arteri retina sentralis, dimana n.optikus sangat rentan terhadap iskemia
c. Buta Kortikal ( Cortical Blindness)
• * Terjadi karna emboli atau proses obstruksi yang berlangsung lambat, hipotensi berat, anti jantung yang akan berakibat infak pada watershed zone diparietal dan oksipital
d. Oklusi Arteri Sentralis (CRAO)
• * Sering disebabkan oleh emboli yang terbentuk dan plak ateroskerotik yang berulserasi pada arteri karotis ipsilateral.
• e. Obstruksi Vena Oftalmika Sentralis (CRVO)
• * Dapat terjadi pada intraoperatif jika posisi pasien akan menyebabkan penekanan pada bagian luar mata.
Pencegahan POVL
• Mencegah penekanan pada bola mata selama intraoperatif
• Meminimalkan terjadinya mikro dan makro emboli selama cardiopulmonary bypass.
• Mempertahankan nilai hematokrit pada batas normal
• Menjaga tekanan darah agar stabil
d ktp by dr.b sp.an
Tidak ada komentar:
Posting Komentar