Komplikasi Dini
- Hipotensi
- Blok Spinal Tinggi/Total
- Mual dan Muntah
- Penurunan Panas Tubuh
Komplikasi Lanjut
• Post Dural Puncture Headache (PDPH)
• Nyeri Punggung (Backache)
• Cauda Equina Sindrom
• Meningitis
• Retensi Urine
• Spinal hematoma
HIPOTENSI
• Kehilangan Penglihatan Pasca Operasi (Post Operative Visual Loss/POVL)
• Paling sering terjadi dengan derajat bervariasi dan bersifat individual.
• Mungkin akan lebih berat pada pasien dengan hipovolemia.
• Biasanya terjadi pada menit ke-20 setelah injeksi obat lokal anestesi.
• Derajat hipotensi berhubungan dengan kecepatan masuknya obat lokal anestesi kedalam ruang subarakhnoid dan meluasnya blok simpatis.
• Hipotensi didefinisikan sebagai penurunan 20% dari tekanan darah dasar (baseline) atau tekanan darah sistolik kurang dari 100 mmHg yang disebabkan terutama oleh penurunan cardiac output yang terjadi secara sekunder akibat berkurangnya preload akibat ditingkatkannya venous capacitance setelah blok simpatis, oklusi vena cava inferior atau perdarahan.
• Hipovolemia dapat menyebabkan depresi serius sistem kardiovaskuler selama spinal anestesi karena pada hipovolemia tekanan darah dipelihara dengan peningkatan simpatis yang menyebabkan vasokonstriksi perifer.
• Merupakan kontraindikasi relatif spinal anestesi, tetapi jika normovolemi dapat dicapai dengan penggantian volume cairan maka spinal anestesi bisa dikerjakan.
• Pasien hamil sensitif terhadap blokade simpatis dan hipotensi, hal ini karena obstruksi mekanis venous return, sehingga pasien hamil harus ditempatkan pada posisi miring lateral segera setelah spinal anestesi untuk mencegah kompresi vena cava.
• Pasien tua dengan hipovolemi dan iskemi jantung lebih sering terjadi hipotensi dibanding dengan pasien muda..
• Obat lokal anestesi juga berpengaruh terhadap derajat hipotensi.
• Tetrakain à hipotensi lebih berat dibanding bupivakain. Hal ini mungkin disebabkan karena blokade simpatis tetrakain lebih besar dibanding bupivakain.
• Barisitas lokal anestesi mungkin juga berpengaruh terhadap hipotensi, larutan hiperbarik menyebabkan hipotensi lebuh tinggi dibanding larutan isobarik atau hipobarik.
• Hal ini berhubungan dengan perbedaan level blok simpatis yang lebih tinggi karena larutan hiperbarik menyebar lebih luas daripada isobarik atau hipobarik.
Pencegahan
• Pemberian cairan RL 500-1000 ml secara intravena sebelum anestesi spinal dapat menurunkan insidensi hipotensi atau preloading dengan 1-5 L cairan elektrolit atau koloid digunakan secara luas untuk mencegah hipotensi.
• Dasarnya adalah peningkatan volume sirkulasi untuk mengkompensasi penurunan resistensi perifer.
Terapi
• Ada beberapa alternatif
• Autotranfusi dengan posisi head down dapat menambah kecepatan pemberian preload.
• Bradikardi yang berat dapat diberikan antikolinergik.
• Jika hipotensi tetap terjadi setelah pemberian cairan,
maka vasopresor langsung atau tidak langsung dapat diberikan, seperti efedrin dengan dosis 5-10 mg bolus iv.
• Efedrin merupakan vasopresor tidak langsung, meningkatkan kontraksi otot jantung (efek sentral) dan vasokonstriktor (efek perifer).
• Vasopresor langsung seperti phenilefrin à memperbaiki tonus vena, menyebabkan vasokonstriksi arteriola dan meningkatkan preload.
• Pada kasus hipotensi berat, epinephrineà memberi perfusi koroner sebelum iskemi mencetuskan kardiak arrest.
• Jika hipotensi disertai bradikardi, phenilefrin mungkin lebih baik dihindari, kecuali disertai dengan atropin 0,4-1,2 mg.
BLOKADE TOTAL SPINAL/SPINAL TINGGI
• Total Spinal à blokade medula spinalis sampai ke cervical oleh suatu obat lokal anestesi.
• Jarang terjadi jika dosis yang disarankan untuk obat lokal anestesi digunakan.
• Faktor pencetus à pasien mengejan, dosis obat lokal anestesi yang digunakan, posisi pasien terutama bila mengunakan obat hiperbarik.
• Sesak nafas dan sukar bernafas merupakan gejala utama dari blok spinal tinggi.
• Sering disertai dengan mual, muntah, precordial discomfort dan gelisah.
• Apabila blok semakin tinggi, penderita menjadi apnea, kesadaran menurun disertai hipotensi yang berat dan jika tidak ditolong akan terjadi henti jantung.
Penanganan
• Usahakan jalan nafas tetap bebas, kadang diperlukan bantuan nafas lewat face mask.
• Jika depresi pernafasan makin berat perlu segera dilakukan intubasi endotrakheal dan kontrol ventilasi untuk menjamin oksigenasi yang adekuat.
• Bantuan sirkulasi dengan dekompresi jantung luar diperlukan bila terjadi henti jantung.
• Pemberian cairan kristaloid 10-20 ml/kgBB diperlukan untuk mencegah hipotensi.
• Jika hipotensi tetap terjadi atau jika pemberian cairan yang agresif harus dihindari maka pemberian vasopresor merupakan pilihan, seperti adrenalin dan sulfas atropin.
MUAL MUNTAH
• Bila terjadi mual muntah à karena hipotensi, disamping itu juga adanya aktifitas parasimpatik yang menyebabkan peningkatan peristaltik usus, juga karena tarikan nervus dan pleksus khususnya N. Vagus, adanya empedu dalam lambung oleh karena relaksasi pilorus dan sphincter duktus biliverus, faktor psikologis dan hipoksia.
Penanganan
• Untuk mengatasi hipotensi à loading cairan 10-20 ml/kgBB kristaloid, atau
• Pemberian bolus efedrin 5-10 mg iv.
• Oksigenasi yang adekuat untuk mengatasi hipoksia.
• Dapat juga diberikan anti emetik.
Penurunan Panas Tubuh (Shivering)
• Sekresi katekolamin ditekan shg produksi panas oleh metabolisme berkurang
• Vasodilatasi pada anggota tubuh bawah merupakan predisposisi terjadinya hipotermi.
Penanganan
• Pemberian suhu panas dari luar dengan alat pemanas.
Komplikasi Lanjut
PDPH (Post Dural Puncture Headache)
• Disebabkan adanya kebocoran cairan cerebrospinalis(LCS) akibat tindakan penusukan jaringan spinal yang menyebabkan penurunan tekanan LCS.
• Akibatnya terjadi ketidakseimbangan pada volume LCS dimana penurunan volume LCS melebihi kecepatan produksi.
• LCS diproduksi oleh pleksus khoroideus yang terdapat di sistem ventrikel sebanyak 20 ml per jam.
• Kondisi ini akan menyebabkan tarian pada struktur intrakranial yang sangat peka terhadap nyeri yaitu pembuluh darah, saraf, falk serebri dan meninges, dimana nyeri akan timbul setelah kehilangan LCS sekitar 20 ml.
• Nyeri akan meningkat pada posisi tegak dan akan berkurang bila berbaring, hal ini disebabkan pada saat berdiri LCS dari otak mengalir ke bawah dan saat berbaring LCS mengalir kembali ke rongga tengkorakdan akan melindungi otak sehingga nyeri berkurang.
• PDPH ditandai dengan nyeri kepala yang hebat, pandangan kabur dan diplopia, mual dan penurunan tekanan darah.
• Onset terjadinya adalah 12-48 jam setelah prosedur spinal anestesi.
Pencegahan dan Penanganan
• Hidrasi dengan cairan yang adekuat, gunakan jarum sekecil mungkin (dianjurkan < 24) dan menggunakan jarum non cutting 9pencil point),
• Hindari penusukan jarum yang berulang-ulang.
• Tusukan jarum dengan bevel sejajar serabut longitudinal duramater,
• Mobilisasi seawal mungkin,
• Gunakan pendekatan paramedian.
• Jika nyeri kepala tidak berat dan tidak mengganggu aktivitas maka hanya diperlukan terapi konservatif yaitu bedrest dengan posisi supine, pemberian cairan intra vena maupun peroral, oksigenasi adekuat,
• pemberian sedasi dan analgesi yang meliputi pemberian kafein 300 mg peroral atau kafein benzoat 500 mg iv atau im, asetaminofen atau NSAID.
• Hidrasi dan pemberian kafein membantu menstimulasi pembentukan LCS.
NYERI PUNGGUNG/ BACKACHE
• Tusukan jarum yang mengenai kulit, otot dan ligamentum dapat menyebabkan nyeri punggung à jarang terjadi pada spinal anestesi.
• Nyeri ini tidak berbeda dengan nyeri yang menyertai anestesi umum, biasanya bersifat ringan, sehingga analgetik post operatif biasanya bisa menutup nyeri ini.
• Relaksasi otot yang berlebih pada posisi litotomi dapat menyebabkan ketegangan ligamenum lumbal selama spinal anestesi.
• Rasa sakit punggung setelah spinal anestesi sering terjadi tiba-tiba dan sembuh dengan sendirinya setelah 48 jam atau dengan terapi konservatif.
• Adakalanya spasme otot paraspinosus menjadi penyebab.
Penanganan
• Dapat diberikan penanganan dengan istirahat, psikologis, kompres panas pada daerah nyeri dan analgetik anti inflamasi yang diberikan dengan benzodiazepin akan sangat berguna.
CAUDA EQUINA SINDROM
• Terjadi ketika cauda equina terluka atau tertekan.
• Tanda-tanda meliputi disfungsi otonomis, perubahan pengosongan kandung kemih dan usus besar, pengeluaran keringat yang abnormal, kontrol temperatur yang tidak normal, dan kelemahan motorik.
• Penyebab adalah trauma dan toksisitas. Ketika tidak terjadi injeksi yang traumatik intraneural, diasumsikan bahwa obat yang diinjeksikan telah memasuki LCS, bahan-bahan ini bisa menjadi kontaminan seperti detergen atau antiseptik atau bahan pengawet yang berlebihan.
Penanganan
• Penggunaan obat-obat lokal anestesi yang tidak neurotoksik terhadap cauda equina merupakan salah satu pencegahan terhadap sindroma tersebut selain menghindari trauma pada cauda equina waktu melakukan penusukan jarum spinal.
RETENSI URIN
• Blokade sakral menyebabkan atonia vesika urinaria sehingga volume urin di vesika urinaria jadi lebih banyak.
• Blokade simpatik eferen (T5-L1) menyebabkan kenaikan tonus sfinkter yang menghasilkan retensi urine.
• Spinal anestesimenurunkan 5-10% filtrasi glomerulus, perubahan ini sangat tampak pada pasien hipovolemia.
• Retensi post spinal anestesi mungkin secara moderat diperpanjang karena S2 dan S3 berisi serabut-serabut otonomik kecil dan paralisisnya lebih lama daripada serabut-serabut yang lebih besar.
• Kateter urin harus dipasang bila anestesi atau analgesi dilakukan dalam waktu yang lama.
MENINGITIS
• Munculnya bakteri pada ruang subarachnoid tidak mungkin terjadi jika penanganan klinis dilakukan dengan baik.
• Meningitis aseptik mungkin berhubungan dengan injeksi iritan kimiawi telah dideskripsikan tetapi jarang terjadi dengan peralatan sekali pakai dan jumlah larutan anestesi murni lokal yang memadai
• Pencegahan terhadap meningitis dapat dilakukan dengan menggunakan alat-alat dan obat-obatan yang betul-betul steril, menggunakan jarum spinal sekali pakai dan bila terjadi meningitis dilakukan pengobatan dengan pemberian antibiotika yang spesifik.
SPINAL HEMATOMA
• Meski angka kejadiannya kecil, spinal hematom merupakan bahaya besar bagi klinisi karena sering tidak mengetahui sampai terjadi kelainan neurologis yang membahayakan.
• Terjadi akibat trauma jarum spinal pada pembuluh darah di medula spinalis. Dapat secara spontan atau ada hubungannya dengan kelainan neoplastik.
• Hematom yang berkembang di kanalis spinalis dapat menyebabkan penekanan medula spinalis yang menyebabkan iskemik neurologis dan paraplegi.
• Tanda dan gejala tergantung pada level yang terkena, umumnya meliputi: mati rasa, kelemahan otot, kelainan BAB, kelainan sfinkter kandung kemih dan jarang terjadi adalah sakit pinggang yang berat.
• Faktor risikoà abnormalitas medula spinalis, kerusakan hemostasis, kateter spinal yang tidak tepat posisinya, kelainan vesiculer, penusukan yang berulang-ulang.
• Apabila ada kecurigaan maka pemeriksaan MRI, myelografi harus segera dilakukan dan dikonsultasikan ke ahli bedah saraf.
• Banyak perbaikan neurologis pada pasien spinal hematom yang segera mendapatkan dekompresi pembedahan (laminektomi) dalam waktu 8-12 jam.
Kehilangan Penglihatan Pasca Operasi (Post Operative Visual Loss/POVL)
a. Neuropati Optik Iskemik Anterior (NOIA)
• Penyebabnya karna proses infak pada watershed zona diantara daerah yang mendapat distribusi darah dari cabang kecil arteri siliaris posterior brefis dalam korio kapiler
b. Neuropati Optik Iskemik Posterior (NOIP)
• * Penyebabnya gangguan suplai oksigen pada posterior dari n.optikus diantara foramen optikum pada apeks orbita dan pada tempat masuknya arteri retina sentralis, dimana n.optikus sangat rentan terhadap iskemia
c. Buta Kortikal ( Cortical Blindness)
• * Terjadi karna emboli atau proses obstruksi yang berlangsung lambat, hipotensi berat, anti jantung yang akan berakibat infak pada watershed zone diparietal dan oksipital
d. Oklusi Arteri Sentralis (CRAO)
• * Sering disebabkan oleh emboli yang terbentuk dan plak ateroskerotik yang berulserasi pada arteri karotis ipsilateral.
• e. Obstruksi Vena Oftalmika Sentralis (CRVO)
• * Dapat terjadi pada intraoperatif jika posisi pasien akan menyebabkan penekanan pada bagian luar mata.
Pencegahan POVL
• Mencegah penekanan pada bola mata selama intraoperatif
• Meminimalkan terjadinya mikro dan makro emboli selama cardiopulmonary bypass.
• Mempertahankan nilai hematokrit pada batas normal
• Menjaga tekanan darah agar stabil
d ktp by dr.b sp.an
Senin, 23 Agustus 2010
Kamis, 12 Agustus 2010
penatalaksaan parkinson..
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit Parkinson adalah penyakit neurodegeneratif yang bersifat kronis progresif, merupakan penyakit terbanyak kedua setelah demensia Alzheimer. Penyakit ini memiliki dimensi gejala yang sangat luas sehingga baik langsung maupun tidak langsung mempengaruhi kualitas hidup penderita maupun keluarga.1 Pertama kali ditemukan oleh seorang dokter inggris yang bernama James Parkinson pada tahun 1887. Penyakit ini merupakan suatu kondisi ketika seseorang mengalami ganguan pergerakan yang memiliki karakteristik yang khas yakni tremor, kekakuan dan gangguan dalam cara berjalan (gait difficulty).2
Penyakit Parkinson bisa menyerang laki-laki dan perempuan. Rata-rata usia mulai terkena penyakit Parkinson adalah 61 tahun, tetapi bisa lebih awal pada usia 40 tahun atau bahkan sebelumnya. Jumlah orang di Amerika Serikat dengan penyakit Parkinson diperkirakan antara 500.000 sampai satu juta, dengan sekitar 50.000 ke 60.000 terdiagnosa baru setiap tahun. Angka tersebut meningkat setiap tahun seiring dengan populasi umur penduduk Amerika. Sementara sebuah sumber menyatakan bahwa Penyakit Parkinson menyerang sekitar 1 diantara 250 orang yang berusia diatas 40 tahun dan sekitar 1 dari 100 orang yang berusia diatas 65 tahun.
BAB II
ISI
A.Definisi
Penyakit Parkinson (paralysis agitans) atau sindrom Parkinson (Parkinsonismus) merupakan suatu penyakit/sindrom karena gangguan pada ganglia basalis akibat penurunan atau tidak adanya pengiriman dopamine dari substansia nigra ke globus palidus/ neostriatum (striatal dopamine deficiency). 4
Penyakit Parkinson adalah penyakit neurodegeneratif progresif yang berkaitan erat dengan usia. Penyakit ini mempunyai karakteristik terjadinya degenerasi dari neuron dopaminergik pas substansia nigra pars kompakta, ditambah dengan adanya inklusi intraplasma yang terdiri dari protein yang disebut dengan Lewy Bodies. Neurodegeneratif pada parkinson juga terjadi pasa daerah otak lain termasuk lokus ceruleus, raphe nuklei, nukleus basalis Meynert, hipothalamus, korteks cerebri, motor nukelus dari saraf kranial, sistem saraf otonom. 5
B. Epidemiologi
B. Epidemiologi
Penyakit Parkinson terjadi di seluruh dunia, jumlah penderita antara pria dan wanita seimbang. 5 – 10 % orang yang terjangkit penyakit parkinson, gejala awalnya muncul sebelum usia 40 tahun, tapi rata-rata menyerang penderita pada usia 65 tahun. Secara keseluruhan, pengaruh usia pada umumnya mencapai 1 % di seluruh dunia dan 1,6 % di Eropa, meningkat dari 0,6 % pada usia 60 – 64 tahun sampai 3,5 % pada usia 85 – 89 tahun.
Di Amerika Serikat, ada sekitar 500.000 penderita parkinson. Di Indonesia sendiri, dengan jumlah penduduk 210 juta orang, diperkirakan ada sekitar 200.000-400.000 penderita. Rata-rata usia penderita di atas 50 tahun dengan rentang usia-sesuai dengan penelitian yang dilakukan di beberapa rumah sakit di Sumatera dan Jawa- 18 hingga 85 tahun. Statistik menunjukkan, baik di luar negeri maupun di dalam negeri, lelaki lebih banyak terkena dibanding perempuan (3:2) dengan alasan yang belum diketahui. 6
C.Etiologi
Etiologi Penyakit Parkinson ( PP ) belum diketahui ( idiopatik ) , akan tetapi ada beberapa faktor resiko ( multifaktorial ) yang telah diidentifikasikan , yaitu :
a. Usia : meningkat pada usia lanjut dan jarang timbul pada usia dibawah 30 tahun.
b. Rasial : Orang kulit putih lebih sering daripada orang Asia dan Afrika .
c. Genetik : diduga ada peranan faktor genetik
Telah dibuktikan mutasi yang khas tiga gen terpisah (alpha-Synuclein , Parkin , UCHL1 ) dan empat lokus tambahan ( Park3 , Park4 , Park6 , Park7 ) yang berhubungan dengan PP keturunan. Kebanyakan kasus idiopatik PP diperkirakan akibat faktor –faktor genetik dan lingkungan . Etiologi yang dikemukan oleh Jankovics ( 1992 ) adalah sebagai berikut :7 Genetik predispositions
+
Environmental Factor ( exogenous and endogenous )
+
Trigger factor ( stress, infection , trauma , drugs , toxins )
+
Age related neuronal attrition and loss of anti-oxidative
mechanism
Parkinsons Disease
Bagan 1. Etiologi dari Parkinsons disease ( Jankovic 1992)
d. Lingkungan :
• Toksin : MPTP , CO , Mn , Mg , CS2 , Metanol , Sianid
• Pengunaan herbisida dan pestisida
• Infeksi
e. Cedera kranio serebral : peranan cedera kranio serebral masih belum jelas
f. Stres emosional : diduga juga merupakan faktor resiko.
D.Patofisiologi
Secara umum dapat dikatakan bahwa Penyakit Parkinson terjadi karena penurunan kadar dopamin akibat kematian neuron di pars kompakta substansia nigra sebesar 40 – 50% yang disertai adanya inklusi sitoplasmik eosinofilik ( Lewy bodies ) .Lewy bodies adalah inklusi sitoplasmik eosinofilik konsentrik dengan halo perifer dan dense cores . Adanya Lewy bodies dengan neuron pigmen dari substansia nigra adalah khas , akan tetapi tidak patognomonik untuk PP , karena terdapat juga pada beberapa kasus parkinsonism atipikal. Untuk lebih memahami patofisiologi yang terjadi perlu diketahui lebih dahulu tentang ganglia basalis dan sistem ekstrapiramidal. 8
1 Ganglia Basalis
Dalam menjalankan fungsi motoriknya , inti motorik medula spinalis berada dibawah kendali sel piramid korteks motorik , langsung atau lewat kelompok inti batang otak . Pengendalian langsung oleh korteks motorik lewat traktus piramidalis , sedangkan yang tidak langsung lewat sistem ekstrapiramidal , dimana ganglia basalis ikut berperan.Komplementasi kerja traktus piramidalis dengan sistem ekstapiramidal menimbulkan gerakan otot menjadi halus , terarah dan terprogram.
Ganglia Basalis ( GB )tersusun dari beberapa kelompok inti , yaitu :
1. Striatum ( neostriatum dan limbic striatum )
Neostriatum terdiri dari putamen ( Put ) dan Nucleus Caudatus ( NC )
2. Globus Palidus ( GP )
3. Substansia Nigra ( SN )
4. Nucleus Subthalami ( STN )
Pengaruh GB terhadap gerakan otot dapat ditunjukkan lewat peran sertanya GB dalam sirkuit motorik yang terjalin antara korteks motorik dengan inti medula spinalis . Terdapat jalur saraf aferen yang berasal dari korteks motorik, korteks premotor dan supplementary motor area menuju ke GB lewat Putamen. Dari putamen diteruskan ke GPi ( Globus Palidus internus ) lewat jalur langsung ( direk ) dan tidak langsung ( indirek ) melalui GPe ( Globus Palidus eksternus ) dan STN. Dari GPe diteruskan menuju ke inti – inti talamus ( antara lain : VLO : Ventralis lateralis pars oralis , VAPC : Ventralis anterior pars parvocellularis dan CM : centromedian ). Selanjutnya menuju ke korteks dari mana jalur tersebur berasal. Masukan dari GB ini kemudian mempengaruhi sirkuit motorik kortiko spinalis ( traktus piramidalis ).8
Kelompok inti yang tergabung didalam ganglia basalis berhubungan satu sama lain lewat jalur saraf yang berbeda – beda bahan perantaranya (neurotransmitterNT).
Terdapat tiga jenis neurotransmitter utama didalam ganglia basalis , yaitu : Dopamine ( DA ) ,Acetylcholin ( Ach ) dan asam amino ( Glutamat dan GABA)
2 Patofisiologi Ganglia Basalis
Agak sulit memahami mekamisme yang mendasari terjadinya kelainan di ganglia basalis oleh karena hubungan antara kelompok – kelompok inti disitu sangat kompleks dan saraf penghubungnya menggunakan neurotransmitter yang bermacam –macam . Namun ada dua kaidah yang perlu dipertimbangkan untuk dapat mengerti perannya dalam patofisiologi kelainan ganglia basalis.
1. Satu unit fungsional yang dipersarafi oleh lebih dari satu sistem saraf maka persarafan tersebut bersifat reciprocal inhibition ( secara timbal balik satu komponen saraf melemahkan komponen yang lain ). Artinya yang satu berperan sebagai eksitasi dan yang lain sebagai inhibisi terhadap fungsi tersebut. Contoh klasik reciprocal inhibition adalah dalam fungsi saraf otonom antara saraf simpatik dengan NT noradrenalin ( NA ) dan saraf parasimpatik dengan NT asetilkolin ( Ach ).
2. Fungsi unit tersebut normal bilamana kegiatan saraf eksitasi sama atau seimbang dengan saraf inhibisi . Bilamana oleh berbagai penyakit atau obat terjadi perubahan keseimbangan tersebut maka timbul gejala hiperkinesia atau hipokinesia tergantung komponen saraf eksitasi atau inhibisi yang kegiatannya berlebihan.
Patofisiologi GB dijelaskan lewat dua pendekatan , yaitu berdasarkan cara kerja obat menimbulkan perubahan keseimbangan saraf dopaminergik dengan saraf kolinergik , dan perubahan keseimbangan jalur direk ( inhibisi ) dan jalur indirek ( eksitasi ).
Gambar 1. mekanisme terjadinya Parkinson disease
3 Gambaran Patologi Anatomi pada Penyakit Parkinson
Lesi primer pada penyakit Parkinson adalah degenerasi sel saraf yang mengandung neuromelanin di dalam batang otak , khususnya di substansia nigra pars kompakta, yang menjadi terlihat pucat dengan mata telanjang.9
Gambar . 8 Lesi Substasia Nigra pada Penyakit Parkinson
Substansia nigra pada penderita penyakit Parkinson memperlihatkan depigmentasi menyolok pada pars kompakta , menunjukkan degenerasi sel saraf yang mengandung neuromelanin.
Dengan mikroskop elektron terlihat neuron yang bertahan hidup mengandung inklusi eosinofilik sitoplasmik disertai halo ditepinya yang dikenal sebagai Lewy Body. Lewy body ditemukan di nucleus batang otak tertentu biasanya mempunyai diameter > 15 m , berbentuk sferis dan inti hialin yang padat. Komponen struktural yang predominan pada Lewy body terlihat berupa bahan filamen yang tersusun dalam pola sirkuler dan linear , kadang terjulur kearah dari inti yang padat elektron. Lewy body bukan gambaran yang spesifik pada penyakit Parkinson karena juga ditemukan pada beberapa penyakit neurodegeneratif lain yang langka.10
E. Klasifikasi
Pada umumnya diagnosis sindrom Parkinson mudah ditegakkan, tetapi harus diusahakan menentukan jenisnya untuk mendapat gambaran tentang etiologi, prognosis dan penatalaksanaannya. 11
1. Parkinsonismus primer/ idiopatik/paralysis agitans.
Sering dijumpai dalam praktek sehari-hari dan kronis, tetapi penyebabnya belum jelas. Kira-kira 7 dari 8 kasus parkinson termasuk jenis ini.
2. Parkinsonismus sekunder atau simtomatik
Dapat disebabkan pasca ensefalitis virus, pasca infeksi lain : tuberkulosis, sifilis meningovaskuler, iatrogenik atau drug induced, misalnya golongan fenotiazin, reserpin, tetrabenazin dan lain-lain, misalnya perdarahan serebral petekial pasca trauma yang berulang-ulang pada petinju, infark lakuner, tumor serebri, hipoparatiroid dan kalsifikasi.
3. Sindrom paraparkinson (Parkinson plus)
Pada kelompok ini gejalanya hanya merupakan sebagian dari gambaran penyakit keseluruhan. Jenis ini bisa didapat pada penyakit Wilson (degenerasi hepato-lentikularis), hidrosefalus normotensif, sindrom Shy-drager, degenerasi striatonigral, atropi palidal (parkinsonismus juvenilis).13
F.Gejala Klinis
Gambaran klinis Penyakit Parkinson terdiri dari :
Gejala Umum :
• Gejala mulai pada satu sisi ( hemiparkinsonism )
• Tremor saat istirahat
• Tidak didapatkan gejala neurologis lain
• Tidak dijumpai kelainan laboratorium dan radiologi
• Perkembangan lambat
• Respon terhadap levodopa cepat dan dramatis
• Reflek postural tidak dijumapi pada awal penyakit
Gejala Khusus:
1. Gejala Motorik pada Penyakit Parkinson
a) Tremor :
• Laten
• Tremor saat istirahat
• Tremor yang tertahan saat istirahat
• Tremor saat gerak disamping adanya tremor istirahat
b) Rigiditas
c) Akinesia / Bradikinesia
• Kedipan mata berkurang
• Wajah seperti topeng
• Hipofonia ( suara kecil )
• Liur menetes
• Akathisis / Takhikinesia ( gerakan cepat yang tak terkontrol )
• Mikrografia : tulisan semakin mengecil
• Cara berjalan : langkah kecil – kecil
• Kegelisahan motorik ( sulit duduk atau berdiri )
d) Hilangnya reflek postural ( lost of postural reflexes )
Gambaran motorik lain :
• Distonia
• Distonia pagi hari biasa pada ibu jari
• Hemidistonia
• Rasa kaku
• Sulit memulai gerak
• Rasa kaku saat berjalan dan berputar mengikuti garis
• Rasa kaku pada berbagai kegiatan lain ( bicara ) dan menulis
• Suara monoton
• Oculogyric crises spasme berupa elevasi mata , atau kombinasi elevasi mata dan Kepala
2. Gejala non motorik
a. Disfungsi otonom
Keringat berlebihan, air ludah berlebihan, gangguan sfingter terutama inkontinensia dan hipotensi ortostatik.
Kulit berminyak dan infeksi kulit seborrheic
Pengeluaran urin yang banyak
Gangguan seksual yang berubah fungsi, ditandai dengan melemahnya hasrat seksual, perilaku, orgasme.
b. Gangguan suasana hati, penderita sering mengalami depresi
c. Ganguan kognitif, menanggapi rangsangan lambat
d. Gangguan tidur, penderita mengalami kesulitan tidur (insomnia)
e. Gangguan sensasi,
- kepekaan kontras visuil lemah, pemikiran mengenai ruang, pembedaan warna,
- penderita sering mengalami pingsan, umumnya disebabkan oleh hypotension orthostatic, suatu kegagalan sistemsaraf otonom untuk melakukan penyesuaian tekanan darah sebagai jawaban atas perubahan posisi badan
- berkurangnya atau hilangnya kepekaan indra perasa bau ( microsmia atau anosmia),
G. Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan sejumlah kriteria :12
1. Kriteria Klinis :
• Ada 2 dari 3 gejala utama ( kardinal ) : tremor , rigiditas , bradikinesia.
• Ada 3 dari 4 gejala motorik : tremor , rigiditas ,akinesia , instabilitas postural
2. Kriteria Koller :
• Ada 2 dari 3 gejala utama motorik
• Respon positif terhadap levodopa
3. Kriteria Hughes :
• Possible : ada 1 dari gejala utama
• Probable : ada 2 dari 4 gejala motorik
• Definite : ada 3 gejala utama
4. Kriteria Gelb dkk :
• Ada 3 macam diagnosis seperti kriteria Hughes
• Definite ada tanda kriteria diagnosis possible dan konfirmasi histopatologi
Dari keempat kriteria diagnosis diatas Kriteria Hughes yang dipakai oleh Kelompok Studi Gangguan Gerak PERDOSSI dalam menyusun Konsensus Tatalaksana Penyakit Parkinson.
Tanda khusus
Meyersons sign
• Tidak dapat mencegah mata berkedip – kedip bila daerah glabela diketuk berulang
• Ketukan berulang ( 2 x / det ) pada glabela membangkitkan reaksi berkedip – kedip terus menerus.
Diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada
setiap kunjungan penderita :14
a. Tekanan darah diukur dalam keadaan berbaring dan berdiri, hal ini untuk mendeteksi hipotensi ortostatik.
b. Menilai respons terhadap stress ringan, misalnya berdiri dengan tangan diekstensikan, menghitung surut dari angka seratus, bila masih ada tremor dan rigiditas yang sangat, berarti belum berespon terhadap medikasi.
c. Mencatat dan mengikuti kemampuan fungsional, disini penderita disuruh menulis kalimat sederhana dan menggambarkan lingkaran-lingkaran konsentris dengan tangan kanan dan kiri diatas kertas, kertas ini disimpan untuk perbandingan waktu follow up berikutnya.13
H. Pemeriksaan penunjang
• Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium hanya bersifat dukungan pada hasil klinis,karena tidak memiliki sensitifitas dan spesifitas yang tinggi untuk penyakit Parkinson. Pengukuran kadar NT dopamine atau metabolitnya dalam air kencing , darah maupun cairan otak akan menurun pada penyakit Parkinson dibandingkan kontrol.Lebih lanjut , dalam keadaan tidak ada penanda biologis yang spesifik penyakit, maka diagnosis definitive terhadap penyakit Parkinson hanya ditegakkan dengan otopsi . Dua penelitian patologis terpisah berkesimpulan bahwa hanya 76% dari penderita memenuhi kriteria patologis aktual, sedangkan yang 24% mempunyai penyebab lain untuk parkinsonisme tersebut.14
• Neuroimaging :
Magnetik Resonance Imaging ( MRI )
Baru – baru ini dalam sebuah artikel tentang MRI , didapati bahwa hanya pasien yang dianggap mempunyai atropi multi sistem memperlihatkan signal di striatum.
Positron Emission Tomography ( PET )
Ini merupakan teknik imaging yang masih relatif baru dan telah memberi kontribusi yang signifikan untuk melihat kedalam sistem dopamine nigrostriatal dan peranannya dalam patofisiologi penyakit Parkinson. Penurunan karakteristik pada pengambilan fluorodopa , khususnya di putamen , dapat diperlihatkan hampir pada semua penderita penyakit Parkinson, bahkan pada tahap dini.Pada saat awitan gejala , penderita penyakit Parkinson telah memperlihatkan penurunan 30% pada pengambilan fluorodopa putamen. Tetapi sayangnya PET tidak dapat membedakan antara penyakit Parkinson dengan parkinsonisme atipikal. PET juga merupakan suatu alat untuk secara obyektif memonitor progresi penyakit , maupun secara obyektif memperlihatkan fungsi implantasi jaringan mesensefalon fetus.14
Gambar . 11 PET pada penderita Parkinson pre dan prost transplantasi
Single Photon Emission Computed Tomography ( SPECT )
Sekarang telah tersedia ligand untuk imaging sistem pre dan post sinapsis oleh SPECT , suatu kontribusi berharga untuk diagnosis antara sindroma Parkinson plus dan penyakit Parkinson, yang merupakan penyakit presinapsis murni. Penempelan ke striatum oleh derivat kokain [123]beta-CIT, yang juga dikenal sebagai RTI-55, berkurang secara signifikan disebelah kontralateral sisi yang secara klinis terkena maupun tidak terkena pada penderita hemiparkinson. Penempelan juga berkurang secara signifikan dibandingkan dengan nilai yang diharapkan sesuai umur yang berkisar antara 36% pada tahap I Hoehn dan Yahr sampai 71% pada tahap V. Marek dan yang lainnya telah melaporkan rata-rata penurunan tahunan sebesar 11% pada pengambilan [123]beta-CIT striatum pada 34 penderita penyakit Parkinson dini yang dipantau selama 2 tahun. Sekarang telah memungkinkan untuk memvisualisasi dan menghitung degenerasi sel saraf nigrostriatal pada penyakit Parkinson.14
Dengan demikian, imaging transporter dopamin pre-sinapsis yang menggunakan ligand ini atau ligand baru lainnya mungkin terbukti berguna dalam mendeteksi orang yang beresiko secara dini. Sebenarnya, potensi SPECT sebagai suatu metoda skrining untuk penyakit Parkinson dini atau bahkan presimptomatik tampaknya telah menjadi kenyataan dalam praktek. Potensi teknik tersebut sebagai metoda yang obyektif untuk memonitor efikasi terapi farmakologis baru, sekarang sedang diselidiki.
I. Penatalaksaan penyakit Parkinson
Pengobatan penyakit parkinson dapat dikelompokan ,sebagai berikut :
I. Farmakologik
1. Bekerja pada sistem dopaminergik
2. Bekerja pada sistem kolinergik
3. Bekerja pada Glutamatergik
4. Bekerja sebagai pelindung neuron
5. Lain –lain .
II. Non Farmakologik
1. Perawatan
2. Pembedahan
3. Deep-Brain Stimulasi
4. Transplantasi
I. Farmakologik
1 Bekerja pada sistem dopaminergik
a. L-dopa
Penemuan terapi l-dopa pada tahun 1960 merupakan terobosan baru pengetahuan tentang penyakit degenerasi .Meskipun sampai sekarang l-dopa masih merupakan obat paling menjanjikan respon terbaik untuk penyakit parkinson ,namun masa kerjanya yang singkat , respon yang fluktuatif dan efek oxidative stress dan metabolitnya menyebabkan para peneliti mencari bahan alternatif .
Cara kerja obat kelompok ini dapat dijelaskan lewat alur metabolisme dari dopamin sebagai berikut. Tyrosin yang berasal dari makanan akan diubah secara beruntun menjadi l-dopa dan dopamin oleh enzimya masing-masing . Kedua jenis enzim ini terdapat diberbagai jaringan tubuh , disamping dijaringan saraf . Dopamin yang terbentuk di luar jaringan saraf otak , tidak dapat melewati sawar darah otak . Untuk mencegah jangan sampai dopamin tersintesa diluar otak maka l-dopa diberikan bersama dopa-decarboxylase inhibitor dalam bentuk carbidopa dengan perbandingan carbidopa : l-dopa = 1 : 10 ( Sinemet ) atau benzerazide : l- dopa = 1 : 4 ( Madopar).
Efek terapi preparat l-dopa baru muncul sesudah 2 minggu pengobatan oleh karena itu perubahan dosis seyogyanya setelah 2 minggu . Mulailah dosis rendah dan secara berangsur ditingkatkan . Drug holiday sebaliknya jangan lebih lama dari 2 minggu , karena gejala akan muncul lagi sesudah 2 minggu obat dihentikan.
b. MAO dan COMT Inhibitor
Pada umumnya penyakit parkinson memberi respon yang cepat dan bagus dengan l-dopa dibandingkan dengan yang lain ,namun ada laporan bahwa l-dopa dan dopamin menghasilkan metabolit yang mengganggu atau menekan proses pembentukan energi dari mitokondria dengan akibat terjadinya oxidative stress yang menuntun timbulnya degenerasi sel neuron.
Preparat penghambat enzim MAO ( monoamine oxydase ) dan COMT ( Catechol-O-methyl transferase ) ditambahkan bersama preparat l-dopa untuk melindungi dopamin terhadap degradasi oleh enzim tersebut sehingga metabolit berkurang ( pembentukan radikal bebas dari dopamin berkurang ) sehingga neuron terlindung dari proses oxidative stress . Fahn menggambarkan efek kontradiksi dari preparat l-dopa dengan skema sebagai berikut :
c. Agonis Dopamin
Preparat lain yang juga dapat menghemat pemakaian l-dopa adalah golongan dopamin agonis . Golongan ini bekerja langsung pada reseptor dopamin, jadi mengambil alih tugas dopamin dan memiliki durasi kerja lebih lama dibandingkan dopamin.
Sampai saat ini ada 2 kelompok dopamin agonis , yaitu derivat ergot dan non ergot . Secara singkat reseptor yang bisa dipengaruhi oleh preparat dopamin agonis adalah sebagai berikut:
Keuntungan terapi dengan agonis dopamin dibandingkan l-dopa antara lain :
1. Durasi kerja obat lebih lama
2. Respon fluktuatif dan diskinesia lebih kecil
3. Dapat dipilih agonis dopamin yang lebih specifik terhadap reseptor dopamin tertentu disesuaikan kondisi penderita penyakit parkinson.
• Kerugian terapi agonis dopamin adalah onset terapeutiknya rata – rata lebih lama dibandingkan DA ergik.
2 Bekerja pada sistem kolinergik
Obat golongan antikolinergik memberi manfaat untuk penyakit parkinson , oleh karena dapat mengoreksi kegiatan berlebihan dari sistem kolinergik terhadap sistem dopaminergik yang mendasari penyakit parkinson . Ada dua preparat antikolinergik yang banyak digunakan untuk penyakit parkinson , yaitu thrihexyphenidyl ( artane ) dan benztropin ( congentin ). Preparat lainnya yang juga termasuk golongan ini adalah biperidon ( akineton ) , orphenadrine ( disipal ) dan procyclidine ( kamadrin ).
• Golongan anti kolinergik terutama untuk menghilangkan gejala tremor dan efek samping yang paling ditakuti adalah kemunduran memori.
3 Bekerja pada sistem Glutamatergik
Diantara obat – obat glutamatergik yang bermanfaat untuk penyakit parkinson adalah dari golongan antagonisnya , yaitu amantadine , memantine, remacemide dan L 235959. Antagonis glutamatergik diduga menekan kegiatan berlebihan jalur dari inti subtalamikus sampai globus palidus internus sehingga jalur indirek seimbang kegiatannya dengan jalur direk , dengan demikian out put ganglia basalis ke arah talamus dan korteks normal kembali . Disamping itu, diduga antagonis glutamatergik dapat meningkatkan pelepasan dopamin, menghambat reuptake dan menstimulasi reseptor dopamin.
Obat ini lebih efektif untuk akinesia dan rigiditas daripada antikolinergik.
4 Bekerja sebagai pelindung neuron
Berbagai macam obat dapat melindungi neuron terhadap ancaman degenerasi akibat nekrosis atau apoptosis. Termasuk dalam kelompok ini adalah :
a. Neurotropik faktor , yaitu dapat bertindak sebagai pelindung neuron terhadap kerusakan dan meningkatkan pertumbuhan dan fungsi neuron . Termasuk dalam kelompok ini adalah BDNF ( brain derived neurotrophic factor ) , NT 4/5 ( Neurotrophin 4/5 ) , GDNT ( glia cell line-derived neurotrophic factorm artemin ) , dan sebagainya . Semua belum dipasarkan.
b. Anti-exitoxin , yang melindungi neuron dari kerusakan akibat paparan bahan neurotoksis ( MPTP , Glutamate ) . Termasuk disini antagonis reseptor NMDA , MK 801 , CPP , remacemide dan obat antikonvulsan riluzole.
c. Anti oksidan , yang melindungi neuron terhadap proses oxidative stress akibat serangan radikal bebas. Deprenyl ( selegiline ) , 7-nitroindazole , nitroarginine methyl-ester , methylthiocitrulline , 101033E dan 104067F , termasuk didalamnya . Bahan ini bekerja menghambat kerja enzim yang memproduksi radikal bebas.Dalam penelitian ditunjukkan vitamin E ( -tocopherol ) tidak menunjukkan efek anti oksidan.
d. Bioenergetic suplements , yang bekerja memperbaiki proses metabolisme energi di mitokondria . Coenzym Q10 ( Co Q10 ) , nikotinamide termasuk dalam golongan ini dan menunjukkan efektifitasnya sebagai neuroprotektant pada hewan model dari penyakit parkinson.
e. Immunosuppressant , yang menghambat respon imun sehingga salah satu jalur menuju oxidative stress dihilangkan . Termasuk dalam golongan ini adalah immunophillins , CsA ( cyclosporine A ) dan FK 506 ( tacrolimu) . Akan tetapi berbagai penelitian masih menunjukkan kesimpulan yang kontroversial.15
5 Bahan lain yang masih belum jelas cara kerjanya diduga bermanfaat untuk penyakit parkinson , yaitu hormon estrogen dan nikotin. Pada dasawarsa terakhir , banyak peneliti menaruh perhatian dan harapan terhadap nikotin berkaitan dengan potensinya sebagai neuroprotektan . Pada umumnya bahan yang berinteraksi dengan R nikotinik memiliki potensi sebagai neuroprotektif terhadap neurotoksis , misalnya glutamat lewat R NMDA , asam kainat , deksametason dan MPTP . Bahan nikotinik juga mencegah degenerasi akibat lesi dan iskemia . Dari berbagai penelitian , nikotin dapat memperbaiki kelainan degeneratif dari gangli basalis , termasuk penyakit parkinson.
Secara skematis titik tangkap obat pada penyakit Parkinson dapat dilihat dibawah:
Gambar. 13 Skema Titik tangkap obat pada PenyakitParkinson
II. Non Farmakologik
Penanganan penyakit parkinson yang tidak kalah pentingnya ini sering terlupakan mungkin dianggap terlalu sederhana atau terlalu canggih.
1. Perawatan Penyakit Parkinson
Sebagai salah satu penyakit parkinson kronis yang diderita oleh manula , maka perawatan tidak bisa hanya diserahkan kepada profesi paramedis , melainkan kepada semua orang yang ada di sekitarnya.
a. Pendidikan
Dalam arti memberi penjelasan kepada penderita , keluarga dan care giver tentang penyakit yang diderita.Hendaknya keterangan diberikan secara rinci namun supportif dalam arti tidak makin membuat penderita cemas atau takut. Ditimbulkan simpati dan empati dari anggota keluarganya sehingga dukungan fisik dan psikik mereka menjadi maksimal.
b. Rehabilitasi
Tujuan rehabilitasi medik adalah untuk meningkatkan kualitas hidup penderita dan menghambat bertambah beratnya gejala penyakit serta mengatasi masalah-masalah sebagai berikut :
• Abnormalitas gerakan
• Kecenderungan postur tubuh yang salah
• Gejala otonom
• Gangguan perawatan diri ( Activity of Daily Living – ADL )
• Perubahan psikologik
Untuk mencapai tujuan tersebut diatas dapat dilakukan tindakan sebagai berikut :
1. Terapi fisik : ROM ( range of motion )
• Peregangan
• Koreksi postur tubuh
• Latihan koordinasi
• Latihan jalan ( gait training )
• Latihan buli-buli dan rectum
• Latihan kebugaran kardiopulmonar
• Edukasi dan program latihan di rumah
2. Terapi okupasi
Memberikan program yang ditujukan terutama dalam hal pelaksanaan aktivitas kehidupan sehari-hari .
3. Terapi wicara
Membantu penderita Parkinson dengan memberikan program latihan pernapasan diafragma , evaluasi menelan, latihan disartria , latihan bernapas dalam sebelum bicara. Latihan ini dapat membantu memperbaiki volume berbicara , irama dan artikulasi.
4. Psikoterapi
Membuat program dengan melakukan intervensi psikoterapi setelah melakukan asesmen mengenai fungsi kognitif , kepribadian , status mental ,keluarga dan perilaku.
5. Terapi sosial medik
Berperan dalam melakukan asesmen dampak psikososial lingkungan dan finansial , untuk maksud tersebut perlu dilakukan kunjungan rumah/ lingkungan tempat bekerja.
6. Orthotik Prosthetik
Dapat membantu penderita Parkinson yang mengalami ketidakstabilan postural , dengan membuatkan alat Bantu jalan seperti tongkat atau walker.
c. Diet
Pada penderita parkinson ini sebenarnya tidaklah diperlukan suatu diet yang khusus , akan tetapi diet penderita ini yang diberikan dengan tujuan agar tidak terjadi kekurangan gizi , penurunan berat badan , dan pengurangan jumlah massa otot , serta tidak terjadinya konstipasi . Penderita dianjurkan untuk memakan makanan yang berimbang antara komposisi serat dan air untuk mencegah terjadinya konstipasi , serta cukup kalsium untuk mempertahankan struktur tulang agar tetap baik . Apabila didapatkan penurunan motilitas usus dapat dipertimbangkan pemberian laksan setiap beberapa hari sekali . Hindari makanan yang mengandung alkohol atau berkalori tinggi.
2. Pembedahan :
• Tindakan pembedahan untuk penyakit parkinson dilakukan bila penderita tidak lagi memberikan respon terhadap pengobatan / intractable , yaitu masih adanya gejala dua dari gejala utama penyakit parkinson ( tremor , rigiditas , bradi/akinesia, gait/postural instability ) , Fluktuasi motorik , fenomena on-off , diskinesia karena obat, juga memberi respons baik terhadap pembedahan .15
Ada 2 jenis pembedahan yang bisa dilakukan :
a. Pallidotomi , yang hasilnya cukup baik untuk menekan gejala :
- Akinesia / bradi kinesia
- Gangguan jalan / postural
- Gangguan bicara
b. Thalamotomi , yang efektif untuk gejala :
- Tremor
- Rigiditas
- Diskinesia karena obat.
3. Stimulasi otak dalam
Mekanisme yang mendasari efektifitas stimulasi otak dalam untuk penyakit parkinson ini sampai sekarang belum jelas , namun perbaikan gejala penyakit parkinson bisa mencapai 80% . Frekwensi rangsangan yang diberikan pada umumnya lebih besar dari 130 Hz dengan lebar pulsa antara 60 – 90 s . Stimulasi ini dengan alat stimulator yang ditanam di inti GPi dan STN.
4. Transplantasi
Percobaan transplantasi pada penderita penyakit parkinson dimulai 1982 oleh Lindvall dan kawannya , menggunakan jaringan medula adrenalis yang menghasilkan dopamin. Jaringan transplan ( graft ) lain yang pernah digunakan antara lain dari jaringan embrio ventral mesensefalon yang menggunakan jaringan premordial steam atau progenitor cells , non neural cells ( biasanya fibroblast atau astrosytes ) , testis-derived sertoli cells dan carotid body epithelial glomus cells. Untuk mencegah reaksi penolakan jaringan diberikan obat immunosupressant cyclosporin A yang menghambat proliferasi T cells sehingga masa idup graft jadi lebih panjang.14
Transplantasi yang berhasil baik dapat mengurangi gejala penyakit parkinson selama 4 tahun kemudian efeknya menurun 4 – 6 tahun sesudah transplantasi. Sampai saat ini , diseluruh dunia ada 300 penderita penyakit parkinson memperoleh pengobatan transplantasi dari jaringan embrio ventral mesensefalon.
J. Prognosis
Obat-obatan yang ada sekarang hanya menekan gejala-gejala parkinson, sedangkan perjalanan penyakit itu belum bisa dihentikan sampai saat ini. Sekali terkena parkinson, maka penyakit ini akan menemani sepanjang hidupnya. Tanpa perawatan, gangguan yang terjadi mengalami progress hingga terjadi total disabilitas, sering disertai dengan ketidakmampuan fungsi otak general, dan dapat menyebabkan kematian. Dengan perawatan, gangguan pada setiap pasien berbeda-berbeda. Kebanyakan pasien berespon terhadap medikasi. Perluasan gejala berkurang, dan lamanya gejala terkontrol sangat bervariasi. Efek samping pengobatan terkadang dapat sangat parah.
PD sendiri tidak dianggap sebagai penyakit yang fatal, tetapi berkembang sejalan dengan waktu. Rata-rata harapan hidup pada pasien PD pada umumnya lebih rendah dibandingkan yang tidak menderita PD. Pada tahap akhir, PD dapat menyebabkan komplikasi seperti tersedak, pneumoni, dan memburuk yang dapat menyebabkan kematian. Progresifitas gejala pada PD dapat berlangsung 20 tahun atau lebih. Namun demikian pada beberapa orang dapat lebih singkat. Tidak ada cara yang tepat untuk memprediksikan lamanya penyakit ini pada masing-masing individu. Dengan treatment yang tepat, kebanyakn pasien PD dapat hidup produktif beberapa tahun setelah diagnosis.
ALGORITME PENATALAKSANAAN PENYAKIT PARKINSON
BAB III
PENUTUP
Penyakit Parkinson adalah penyakit neurodegeneratif yang bersifat kronis progresif, merupakan suatu penyakit/sindrom karena gangguan pada ganglia basalis akibat penurunan atau tidak adanya pengiriman dopamine dari substansia nigra ke globus palidus/ neostriatum (striatal dopamine deficiency). Di Amerika Serikat, ada sekitar 500.000 penderita parkinson. Di Indonesia sendiri, dengan jumlah penduduk 210 juta orang, diperkirakan ada sekitar 200.000-400.000 penderita.2
Penyakit Parkinson merupakan penyakit kronis yang membutuhkan penanganan secara holistik meliputi berbagai bidang. Pada saat ini tidak ada terapi untuk menyembuhkan penyakit ini, tetapi pengobatan dan operasi dapat mengatasi gejala yang timbul . Obat-obatan yang ada sekarang hanya menekan gejala-gejala parkinson, sedangkan perjalanan penyakit itu belum bisa dihentikan sampai saat ini. Sekali terkena parkinson, maka penyakit ini akan menemani sepanjang hidupnya.3
Tanpa perawatan, gangguan yang terjadi mengalami progress hingga terjadi total disabilitas, sering disertai dengan ketidakmampuan fungsi otak general, dan dapat menyebabkan kematian. Dengan perawatan, gangguan pada setiap pasien berbeda-berbeda. Kebanyakan pasien berespon terhadap medikasi. Perluasan gejala berkurang, dan lamanya gejala terkontrol sangat bervariasi. Efek samping pengobatan terkadang dapat sangat parah
PENDAHULUAN
Penyakit Parkinson adalah penyakit neurodegeneratif yang bersifat kronis progresif, merupakan penyakit terbanyak kedua setelah demensia Alzheimer. Penyakit ini memiliki dimensi gejala yang sangat luas sehingga baik langsung maupun tidak langsung mempengaruhi kualitas hidup penderita maupun keluarga.1 Pertama kali ditemukan oleh seorang dokter inggris yang bernama James Parkinson pada tahun 1887. Penyakit ini merupakan suatu kondisi ketika seseorang mengalami ganguan pergerakan yang memiliki karakteristik yang khas yakni tremor, kekakuan dan gangguan dalam cara berjalan (gait difficulty).2
Penyakit Parkinson bisa menyerang laki-laki dan perempuan. Rata-rata usia mulai terkena penyakit Parkinson adalah 61 tahun, tetapi bisa lebih awal pada usia 40 tahun atau bahkan sebelumnya. Jumlah orang di Amerika Serikat dengan penyakit Parkinson diperkirakan antara 500.000 sampai satu juta, dengan sekitar 50.000 ke 60.000 terdiagnosa baru setiap tahun. Angka tersebut meningkat setiap tahun seiring dengan populasi umur penduduk Amerika. Sementara sebuah sumber menyatakan bahwa Penyakit Parkinson menyerang sekitar 1 diantara 250 orang yang berusia diatas 40 tahun dan sekitar 1 dari 100 orang yang berusia diatas 65 tahun.
BAB II
ISI
A.Definisi
Penyakit Parkinson (paralysis agitans) atau sindrom Parkinson (Parkinsonismus) merupakan suatu penyakit/sindrom karena gangguan pada ganglia basalis akibat penurunan atau tidak adanya pengiriman dopamine dari substansia nigra ke globus palidus/ neostriatum (striatal dopamine deficiency). 4
Penyakit Parkinson adalah penyakit neurodegeneratif progresif yang berkaitan erat dengan usia. Penyakit ini mempunyai karakteristik terjadinya degenerasi dari neuron dopaminergik pas substansia nigra pars kompakta, ditambah dengan adanya inklusi intraplasma yang terdiri dari protein yang disebut dengan Lewy Bodies. Neurodegeneratif pada parkinson juga terjadi pasa daerah otak lain termasuk lokus ceruleus, raphe nuklei, nukleus basalis Meynert, hipothalamus, korteks cerebri, motor nukelus dari saraf kranial, sistem saraf otonom. 5
B. Epidemiologi
B. Epidemiologi
Penyakit Parkinson terjadi di seluruh dunia, jumlah penderita antara pria dan wanita seimbang. 5 – 10 % orang yang terjangkit penyakit parkinson, gejala awalnya muncul sebelum usia 40 tahun, tapi rata-rata menyerang penderita pada usia 65 tahun. Secara keseluruhan, pengaruh usia pada umumnya mencapai 1 % di seluruh dunia dan 1,6 % di Eropa, meningkat dari 0,6 % pada usia 60 – 64 tahun sampai 3,5 % pada usia 85 – 89 tahun.
Di Amerika Serikat, ada sekitar 500.000 penderita parkinson. Di Indonesia sendiri, dengan jumlah penduduk 210 juta orang, diperkirakan ada sekitar 200.000-400.000 penderita. Rata-rata usia penderita di atas 50 tahun dengan rentang usia-sesuai dengan penelitian yang dilakukan di beberapa rumah sakit di Sumatera dan Jawa- 18 hingga 85 tahun. Statistik menunjukkan, baik di luar negeri maupun di dalam negeri, lelaki lebih banyak terkena dibanding perempuan (3:2) dengan alasan yang belum diketahui. 6
C.Etiologi
Etiologi Penyakit Parkinson ( PP ) belum diketahui ( idiopatik ) , akan tetapi ada beberapa faktor resiko ( multifaktorial ) yang telah diidentifikasikan , yaitu :
a. Usia : meningkat pada usia lanjut dan jarang timbul pada usia dibawah 30 tahun.
b. Rasial : Orang kulit putih lebih sering daripada orang Asia dan Afrika .
c. Genetik : diduga ada peranan faktor genetik
Telah dibuktikan mutasi yang khas tiga gen terpisah (alpha-Synuclein , Parkin , UCHL1 ) dan empat lokus tambahan ( Park3 , Park4 , Park6 , Park7 ) yang berhubungan dengan PP keturunan. Kebanyakan kasus idiopatik PP diperkirakan akibat faktor –faktor genetik dan lingkungan . Etiologi yang dikemukan oleh Jankovics ( 1992 ) adalah sebagai berikut :7 Genetik predispositions
+
Environmental Factor ( exogenous and endogenous )
+
Trigger factor ( stress, infection , trauma , drugs , toxins )
+
Age related neuronal attrition and loss of anti-oxidative
mechanism
Parkinsons Disease
Bagan 1. Etiologi dari Parkinsons disease ( Jankovic 1992)
d. Lingkungan :
• Toksin : MPTP , CO , Mn , Mg , CS2 , Metanol , Sianid
• Pengunaan herbisida dan pestisida
• Infeksi
e. Cedera kranio serebral : peranan cedera kranio serebral masih belum jelas
f. Stres emosional : diduga juga merupakan faktor resiko.
D.Patofisiologi
Secara umum dapat dikatakan bahwa Penyakit Parkinson terjadi karena penurunan kadar dopamin akibat kematian neuron di pars kompakta substansia nigra sebesar 40 – 50% yang disertai adanya inklusi sitoplasmik eosinofilik ( Lewy bodies ) .Lewy bodies adalah inklusi sitoplasmik eosinofilik konsentrik dengan halo perifer dan dense cores . Adanya Lewy bodies dengan neuron pigmen dari substansia nigra adalah khas , akan tetapi tidak patognomonik untuk PP , karena terdapat juga pada beberapa kasus parkinsonism atipikal. Untuk lebih memahami patofisiologi yang terjadi perlu diketahui lebih dahulu tentang ganglia basalis dan sistem ekstrapiramidal. 8
1 Ganglia Basalis
Dalam menjalankan fungsi motoriknya , inti motorik medula spinalis berada dibawah kendali sel piramid korteks motorik , langsung atau lewat kelompok inti batang otak . Pengendalian langsung oleh korteks motorik lewat traktus piramidalis , sedangkan yang tidak langsung lewat sistem ekstrapiramidal , dimana ganglia basalis ikut berperan.Komplementasi kerja traktus piramidalis dengan sistem ekstapiramidal menimbulkan gerakan otot menjadi halus , terarah dan terprogram.
Ganglia Basalis ( GB )tersusun dari beberapa kelompok inti , yaitu :
1. Striatum ( neostriatum dan limbic striatum )
Neostriatum terdiri dari putamen ( Put ) dan Nucleus Caudatus ( NC )
2. Globus Palidus ( GP )
3. Substansia Nigra ( SN )
4. Nucleus Subthalami ( STN )
Pengaruh GB terhadap gerakan otot dapat ditunjukkan lewat peran sertanya GB dalam sirkuit motorik yang terjalin antara korteks motorik dengan inti medula spinalis . Terdapat jalur saraf aferen yang berasal dari korteks motorik, korteks premotor dan supplementary motor area menuju ke GB lewat Putamen. Dari putamen diteruskan ke GPi ( Globus Palidus internus ) lewat jalur langsung ( direk ) dan tidak langsung ( indirek ) melalui GPe ( Globus Palidus eksternus ) dan STN. Dari GPe diteruskan menuju ke inti – inti talamus ( antara lain : VLO : Ventralis lateralis pars oralis , VAPC : Ventralis anterior pars parvocellularis dan CM : centromedian ). Selanjutnya menuju ke korteks dari mana jalur tersebur berasal. Masukan dari GB ini kemudian mempengaruhi sirkuit motorik kortiko spinalis ( traktus piramidalis ).8
Kelompok inti yang tergabung didalam ganglia basalis berhubungan satu sama lain lewat jalur saraf yang berbeda – beda bahan perantaranya (neurotransmitterNT).
Terdapat tiga jenis neurotransmitter utama didalam ganglia basalis , yaitu : Dopamine ( DA ) ,Acetylcholin ( Ach ) dan asam amino ( Glutamat dan GABA)
2 Patofisiologi Ganglia Basalis
Agak sulit memahami mekamisme yang mendasari terjadinya kelainan di ganglia basalis oleh karena hubungan antara kelompok – kelompok inti disitu sangat kompleks dan saraf penghubungnya menggunakan neurotransmitter yang bermacam –macam . Namun ada dua kaidah yang perlu dipertimbangkan untuk dapat mengerti perannya dalam patofisiologi kelainan ganglia basalis.
1. Satu unit fungsional yang dipersarafi oleh lebih dari satu sistem saraf maka persarafan tersebut bersifat reciprocal inhibition ( secara timbal balik satu komponen saraf melemahkan komponen yang lain ). Artinya yang satu berperan sebagai eksitasi dan yang lain sebagai inhibisi terhadap fungsi tersebut. Contoh klasik reciprocal inhibition adalah dalam fungsi saraf otonom antara saraf simpatik dengan NT noradrenalin ( NA ) dan saraf parasimpatik dengan NT asetilkolin ( Ach ).
2. Fungsi unit tersebut normal bilamana kegiatan saraf eksitasi sama atau seimbang dengan saraf inhibisi . Bilamana oleh berbagai penyakit atau obat terjadi perubahan keseimbangan tersebut maka timbul gejala hiperkinesia atau hipokinesia tergantung komponen saraf eksitasi atau inhibisi yang kegiatannya berlebihan.
Patofisiologi GB dijelaskan lewat dua pendekatan , yaitu berdasarkan cara kerja obat menimbulkan perubahan keseimbangan saraf dopaminergik dengan saraf kolinergik , dan perubahan keseimbangan jalur direk ( inhibisi ) dan jalur indirek ( eksitasi ).
Gambar 1. mekanisme terjadinya Parkinson disease
3 Gambaran Patologi Anatomi pada Penyakit Parkinson
Lesi primer pada penyakit Parkinson adalah degenerasi sel saraf yang mengandung neuromelanin di dalam batang otak , khususnya di substansia nigra pars kompakta, yang menjadi terlihat pucat dengan mata telanjang.9
Gambar . 8 Lesi Substasia Nigra pada Penyakit Parkinson
Substansia nigra pada penderita penyakit Parkinson memperlihatkan depigmentasi menyolok pada pars kompakta , menunjukkan degenerasi sel saraf yang mengandung neuromelanin.
Dengan mikroskop elektron terlihat neuron yang bertahan hidup mengandung inklusi eosinofilik sitoplasmik disertai halo ditepinya yang dikenal sebagai Lewy Body. Lewy body ditemukan di nucleus batang otak tertentu biasanya mempunyai diameter > 15 m , berbentuk sferis dan inti hialin yang padat. Komponen struktural yang predominan pada Lewy body terlihat berupa bahan filamen yang tersusun dalam pola sirkuler dan linear , kadang terjulur kearah dari inti yang padat elektron. Lewy body bukan gambaran yang spesifik pada penyakit Parkinson karena juga ditemukan pada beberapa penyakit neurodegeneratif lain yang langka.10
E. Klasifikasi
Pada umumnya diagnosis sindrom Parkinson mudah ditegakkan, tetapi harus diusahakan menentukan jenisnya untuk mendapat gambaran tentang etiologi, prognosis dan penatalaksanaannya. 11
1. Parkinsonismus primer/ idiopatik/paralysis agitans.
Sering dijumpai dalam praktek sehari-hari dan kronis, tetapi penyebabnya belum jelas. Kira-kira 7 dari 8 kasus parkinson termasuk jenis ini.
2. Parkinsonismus sekunder atau simtomatik
Dapat disebabkan pasca ensefalitis virus, pasca infeksi lain : tuberkulosis, sifilis meningovaskuler, iatrogenik atau drug induced, misalnya golongan fenotiazin, reserpin, tetrabenazin dan lain-lain, misalnya perdarahan serebral petekial pasca trauma yang berulang-ulang pada petinju, infark lakuner, tumor serebri, hipoparatiroid dan kalsifikasi.
3. Sindrom paraparkinson (Parkinson plus)
Pada kelompok ini gejalanya hanya merupakan sebagian dari gambaran penyakit keseluruhan. Jenis ini bisa didapat pada penyakit Wilson (degenerasi hepato-lentikularis), hidrosefalus normotensif, sindrom Shy-drager, degenerasi striatonigral, atropi palidal (parkinsonismus juvenilis).13
F.Gejala Klinis
Gambaran klinis Penyakit Parkinson terdiri dari :
Gejala Umum :
• Gejala mulai pada satu sisi ( hemiparkinsonism )
• Tremor saat istirahat
• Tidak didapatkan gejala neurologis lain
• Tidak dijumpai kelainan laboratorium dan radiologi
• Perkembangan lambat
• Respon terhadap levodopa cepat dan dramatis
• Reflek postural tidak dijumapi pada awal penyakit
Gejala Khusus:
1. Gejala Motorik pada Penyakit Parkinson
a) Tremor :
• Laten
• Tremor saat istirahat
• Tremor yang tertahan saat istirahat
• Tremor saat gerak disamping adanya tremor istirahat
b) Rigiditas
c) Akinesia / Bradikinesia
• Kedipan mata berkurang
• Wajah seperti topeng
• Hipofonia ( suara kecil )
• Liur menetes
• Akathisis / Takhikinesia ( gerakan cepat yang tak terkontrol )
• Mikrografia : tulisan semakin mengecil
• Cara berjalan : langkah kecil – kecil
• Kegelisahan motorik ( sulit duduk atau berdiri )
d) Hilangnya reflek postural ( lost of postural reflexes )
Gambaran motorik lain :
• Distonia
• Distonia pagi hari biasa pada ibu jari
• Hemidistonia
• Rasa kaku
• Sulit memulai gerak
• Rasa kaku saat berjalan dan berputar mengikuti garis
• Rasa kaku pada berbagai kegiatan lain ( bicara ) dan menulis
• Suara monoton
• Oculogyric crises spasme berupa elevasi mata , atau kombinasi elevasi mata dan Kepala
2. Gejala non motorik
a. Disfungsi otonom
Keringat berlebihan, air ludah berlebihan, gangguan sfingter terutama inkontinensia dan hipotensi ortostatik.
Kulit berminyak dan infeksi kulit seborrheic
Pengeluaran urin yang banyak
Gangguan seksual yang berubah fungsi, ditandai dengan melemahnya hasrat seksual, perilaku, orgasme.
b. Gangguan suasana hati, penderita sering mengalami depresi
c. Ganguan kognitif, menanggapi rangsangan lambat
d. Gangguan tidur, penderita mengalami kesulitan tidur (insomnia)
e. Gangguan sensasi,
- kepekaan kontras visuil lemah, pemikiran mengenai ruang, pembedaan warna,
- penderita sering mengalami pingsan, umumnya disebabkan oleh hypotension orthostatic, suatu kegagalan sistemsaraf otonom untuk melakukan penyesuaian tekanan darah sebagai jawaban atas perubahan posisi badan
- berkurangnya atau hilangnya kepekaan indra perasa bau ( microsmia atau anosmia),
G. Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan sejumlah kriteria :12
1. Kriteria Klinis :
• Ada 2 dari 3 gejala utama ( kardinal ) : tremor , rigiditas , bradikinesia.
• Ada 3 dari 4 gejala motorik : tremor , rigiditas ,akinesia , instabilitas postural
2. Kriteria Koller :
• Ada 2 dari 3 gejala utama motorik
• Respon positif terhadap levodopa
3. Kriteria Hughes :
• Possible : ada 1 dari gejala utama
• Probable : ada 2 dari 4 gejala motorik
• Definite : ada 3 gejala utama
4. Kriteria Gelb dkk :
• Ada 3 macam diagnosis seperti kriteria Hughes
• Definite ada tanda kriteria diagnosis possible dan konfirmasi histopatologi
Dari keempat kriteria diagnosis diatas Kriteria Hughes yang dipakai oleh Kelompok Studi Gangguan Gerak PERDOSSI dalam menyusun Konsensus Tatalaksana Penyakit Parkinson.
Tanda khusus
Meyersons sign
• Tidak dapat mencegah mata berkedip – kedip bila daerah glabela diketuk berulang
• Ketukan berulang ( 2 x / det ) pada glabela membangkitkan reaksi berkedip – kedip terus menerus.
Diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada
setiap kunjungan penderita :14
a. Tekanan darah diukur dalam keadaan berbaring dan berdiri, hal ini untuk mendeteksi hipotensi ortostatik.
b. Menilai respons terhadap stress ringan, misalnya berdiri dengan tangan diekstensikan, menghitung surut dari angka seratus, bila masih ada tremor dan rigiditas yang sangat, berarti belum berespon terhadap medikasi.
c. Mencatat dan mengikuti kemampuan fungsional, disini penderita disuruh menulis kalimat sederhana dan menggambarkan lingkaran-lingkaran konsentris dengan tangan kanan dan kiri diatas kertas, kertas ini disimpan untuk perbandingan waktu follow up berikutnya.13
H. Pemeriksaan penunjang
• Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium hanya bersifat dukungan pada hasil klinis,karena tidak memiliki sensitifitas dan spesifitas yang tinggi untuk penyakit Parkinson. Pengukuran kadar NT dopamine atau metabolitnya dalam air kencing , darah maupun cairan otak akan menurun pada penyakit Parkinson dibandingkan kontrol.Lebih lanjut , dalam keadaan tidak ada penanda biologis yang spesifik penyakit, maka diagnosis definitive terhadap penyakit Parkinson hanya ditegakkan dengan otopsi . Dua penelitian patologis terpisah berkesimpulan bahwa hanya 76% dari penderita memenuhi kriteria patologis aktual, sedangkan yang 24% mempunyai penyebab lain untuk parkinsonisme tersebut.14
• Neuroimaging :
Magnetik Resonance Imaging ( MRI )
Baru – baru ini dalam sebuah artikel tentang MRI , didapati bahwa hanya pasien yang dianggap mempunyai atropi multi sistem memperlihatkan signal di striatum.
Positron Emission Tomography ( PET )
Ini merupakan teknik imaging yang masih relatif baru dan telah memberi kontribusi yang signifikan untuk melihat kedalam sistem dopamine nigrostriatal dan peranannya dalam patofisiologi penyakit Parkinson. Penurunan karakteristik pada pengambilan fluorodopa , khususnya di putamen , dapat diperlihatkan hampir pada semua penderita penyakit Parkinson, bahkan pada tahap dini.Pada saat awitan gejala , penderita penyakit Parkinson telah memperlihatkan penurunan 30% pada pengambilan fluorodopa putamen. Tetapi sayangnya PET tidak dapat membedakan antara penyakit Parkinson dengan parkinsonisme atipikal. PET juga merupakan suatu alat untuk secara obyektif memonitor progresi penyakit , maupun secara obyektif memperlihatkan fungsi implantasi jaringan mesensefalon fetus.14
Gambar . 11 PET pada penderita Parkinson pre dan prost transplantasi
Single Photon Emission Computed Tomography ( SPECT )
Sekarang telah tersedia ligand untuk imaging sistem pre dan post sinapsis oleh SPECT , suatu kontribusi berharga untuk diagnosis antara sindroma Parkinson plus dan penyakit Parkinson, yang merupakan penyakit presinapsis murni. Penempelan ke striatum oleh derivat kokain [123]beta-CIT, yang juga dikenal sebagai RTI-55, berkurang secara signifikan disebelah kontralateral sisi yang secara klinis terkena maupun tidak terkena pada penderita hemiparkinson. Penempelan juga berkurang secara signifikan dibandingkan dengan nilai yang diharapkan sesuai umur yang berkisar antara 36% pada tahap I Hoehn dan Yahr sampai 71% pada tahap V. Marek dan yang lainnya telah melaporkan rata-rata penurunan tahunan sebesar 11% pada pengambilan [123]beta-CIT striatum pada 34 penderita penyakit Parkinson dini yang dipantau selama 2 tahun. Sekarang telah memungkinkan untuk memvisualisasi dan menghitung degenerasi sel saraf nigrostriatal pada penyakit Parkinson.14
Dengan demikian, imaging transporter dopamin pre-sinapsis yang menggunakan ligand ini atau ligand baru lainnya mungkin terbukti berguna dalam mendeteksi orang yang beresiko secara dini. Sebenarnya, potensi SPECT sebagai suatu metoda skrining untuk penyakit Parkinson dini atau bahkan presimptomatik tampaknya telah menjadi kenyataan dalam praktek. Potensi teknik tersebut sebagai metoda yang obyektif untuk memonitor efikasi terapi farmakologis baru, sekarang sedang diselidiki.
I. Penatalaksaan penyakit Parkinson
Pengobatan penyakit parkinson dapat dikelompokan ,sebagai berikut :
I. Farmakologik
1. Bekerja pada sistem dopaminergik
2. Bekerja pada sistem kolinergik
3. Bekerja pada Glutamatergik
4. Bekerja sebagai pelindung neuron
5. Lain –lain .
II. Non Farmakologik
1. Perawatan
2. Pembedahan
3. Deep-Brain Stimulasi
4. Transplantasi
I. Farmakologik
1 Bekerja pada sistem dopaminergik
a. L-dopa
Penemuan terapi l-dopa pada tahun 1960 merupakan terobosan baru pengetahuan tentang penyakit degenerasi .Meskipun sampai sekarang l-dopa masih merupakan obat paling menjanjikan respon terbaik untuk penyakit parkinson ,namun masa kerjanya yang singkat , respon yang fluktuatif dan efek oxidative stress dan metabolitnya menyebabkan para peneliti mencari bahan alternatif .
Cara kerja obat kelompok ini dapat dijelaskan lewat alur metabolisme dari dopamin sebagai berikut. Tyrosin yang berasal dari makanan akan diubah secara beruntun menjadi l-dopa dan dopamin oleh enzimya masing-masing . Kedua jenis enzim ini terdapat diberbagai jaringan tubuh , disamping dijaringan saraf . Dopamin yang terbentuk di luar jaringan saraf otak , tidak dapat melewati sawar darah otak . Untuk mencegah jangan sampai dopamin tersintesa diluar otak maka l-dopa diberikan bersama dopa-decarboxylase inhibitor dalam bentuk carbidopa dengan perbandingan carbidopa : l-dopa = 1 : 10 ( Sinemet ) atau benzerazide : l- dopa = 1 : 4 ( Madopar).
Efek terapi preparat l-dopa baru muncul sesudah 2 minggu pengobatan oleh karena itu perubahan dosis seyogyanya setelah 2 minggu . Mulailah dosis rendah dan secara berangsur ditingkatkan . Drug holiday sebaliknya jangan lebih lama dari 2 minggu , karena gejala akan muncul lagi sesudah 2 minggu obat dihentikan.
b. MAO dan COMT Inhibitor
Pada umumnya penyakit parkinson memberi respon yang cepat dan bagus dengan l-dopa dibandingkan dengan yang lain ,namun ada laporan bahwa l-dopa dan dopamin menghasilkan metabolit yang mengganggu atau menekan proses pembentukan energi dari mitokondria dengan akibat terjadinya oxidative stress yang menuntun timbulnya degenerasi sel neuron.
Preparat penghambat enzim MAO ( monoamine oxydase ) dan COMT ( Catechol-O-methyl transferase ) ditambahkan bersama preparat l-dopa untuk melindungi dopamin terhadap degradasi oleh enzim tersebut sehingga metabolit berkurang ( pembentukan radikal bebas dari dopamin berkurang ) sehingga neuron terlindung dari proses oxidative stress . Fahn menggambarkan efek kontradiksi dari preparat l-dopa dengan skema sebagai berikut :
c. Agonis Dopamin
Preparat lain yang juga dapat menghemat pemakaian l-dopa adalah golongan dopamin agonis . Golongan ini bekerja langsung pada reseptor dopamin, jadi mengambil alih tugas dopamin dan memiliki durasi kerja lebih lama dibandingkan dopamin.
Sampai saat ini ada 2 kelompok dopamin agonis , yaitu derivat ergot dan non ergot . Secara singkat reseptor yang bisa dipengaruhi oleh preparat dopamin agonis adalah sebagai berikut:
Keuntungan terapi dengan agonis dopamin dibandingkan l-dopa antara lain :
1. Durasi kerja obat lebih lama
2. Respon fluktuatif dan diskinesia lebih kecil
3. Dapat dipilih agonis dopamin yang lebih specifik terhadap reseptor dopamin tertentu disesuaikan kondisi penderita penyakit parkinson.
• Kerugian terapi agonis dopamin adalah onset terapeutiknya rata – rata lebih lama dibandingkan DA ergik.
2 Bekerja pada sistem kolinergik
Obat golongan antikolinergik memberi manfaat untuk penyakit parkinson , oleh karena dapat mengoreksi kegiatan berlebihan dari sistem kolinergik terhadap sistem dopaminergik yang mendasari penyakit parkinson . Ada dua preparat antikolinergik yang banyak digunakan untuk penyakit parkinson , yaitu thrihexyphenidyl ( artane ) dan benztropin ( congentin ). Preparat lainnya yang juga termasuk golongan ini adalah biperidon ( akineton ) , orphenadrine ( disipal ) dan procyclidine ( kamadrin ).
• Golongan anti kolinergik terutama untuk menghilangkan gejala tremor dan efek samping yang paling ditakuti adalah kemunduran memori.
3 Bekerja pada sistem Glutamatergik
Diantara obat – obat glutamatergik yang bermanfaat untuk penyakit parkinson adalah dari golongan antagonisnya , yaitu amantadine , memantine, remacemide dan L 235959. Antagonis glutamatergik diduga menekan kegiatan berlebihan jalur dari inti subtalamikus sampai globus palidus internus sehingga jalur indirek seimbang kegiatannya dengan jalur direk , dengan demikian out put ganglia basalis ke arah talamus dan korteks normal kembali . Disamping itu, diduga antagonis glutamatergik dapat meningkatkan pelepasan dopamin, menghambat reuptake dan menstimulasi reseptor dopamin.
Obat ini lebih efektif untuk akinesia dan rigiditas daripada antikolinergik.
4 Bekerja sebagai pelindung neuron
Berbagai macam obat dapat melindungi neuron terhadap ancaman degenerasi akibat nekrosis atau apoptosis. Termasuk dalam kelompok ini adalah :
a. Neurotropik faktor , yaitu dapat bertindak sebagai pelindung neuron terhadap kerusakan dan meningkatkan pertumbuhan dan fungsi neuron . Termasuk dalam kelompok ini adalah BDNF ( brain derived neurotrophic factor ) , NT 4/5 ( Neurotrophin 4/5 ) , GDNT ( glia cell line-derived neurotrophic factorm artemin ) , dan sebagainya . Semua belum dipasarkan.
b. Anti-exitoxin , yang melindungi neuron dari kerusakan akibat paparan bahan neurotoksis ( MPTP , Glutamate ) . Termasuk disini antagonis reseptor NMDA , MK 801 , CPP , remacemide dan obat antikonvulsan riluzole.
c. Anti oksidan , yang melindungi neuron terhadap proses oxidative stress akibat serangan radikal bebas. Deprenyl ( selegiline ) , 7-nitroindazole , nitroarginine methyl-ester , methylthiocitrulline , 101033E dan 104067F , termasuk didalamnya . Bahan ini bekerja menghambat kerja enzim yang memproduksi radikal bebas.Dalam penelitian ditunjukkan vitamin E ( -tocopherol ) tidak menunjukkan efek anti oksidan.
d. Bioenergetic suplements , yang bekerja memperbaiki proses metabolisme energi di mitokondria . Coenzym Q10 ( Co Q10 ) , nikotinamide termasuk dalam golongan ini dan menunjukkan efektifitasnya sebagai neuroprotektant pada hewan model dari penyakit parkinson.
e. Immunosuppressant , yang menghambat respon imun sehingga salah satu jalur menuju oxidative stress dihilangkan . Termasuk dalam golongan ini adalah immunophillins , CsA ( cyclosporine A ) dan FK 506 ( tacrolimu) . Akan tetapi berbagai penelitian masih menunjukkan kesimpulan yang kontroversial.15
5 Bahan lain yang masih belum jelas cara kerjanya diduga bermanfaat untuk penyakit parkinson , yaitu hormon estrogen dan nikotin. Pada dasawarsa terakhir , banyak peneliti menaruh perhatian dan harapan terhadap nikotin berkaitan dengan potensinya sebagai neuroprotektan . Pada umumnya bahan yang berinteraksi dengan R nikotinik memiliki potensi sebagai neuroprotektif terhadap neurotoksis , misalnya glutamat lewat R NMDA , asam kainat , deksametason dan MPTP . Bahan nikotinik juga mencegah degenerasi akibat lesi dan iskemia . Dari berbagai penelitian , nikotin dapat memperbaiki kelainan degeneratif dari gangli basalis , termasuk penyakit parkinson.
Secara skematis titik tangkap obat pada penyakit Parkinson dapat dilihat dibawah:
Gambar. 13 Skema Titik tangkap obat pada PenyakitParkinson
II. Non Farmakologik
Penanganan penyakit parkinson yang tidak kalah pentingnya ini sering terlupakan mungkin dianggap terlalu sederhana atau terlalu canggih.
1. Perawatan Penyakit Parkinson
Sebagai salah satu penyakit parkinson kronis yang diderita oleh manula , maka perawatan tidak bisa hanya diserahkan kepada profesi paramedis , melainkan kepada semua orang yang ada di sekitarnya.
a. Pendidikan
Dalam arti memberi penjelasan kepada penderita , keluarga dan care giver tentang penyakit yang diderita.Hendaknya keterangan diberikan secara rinci namun supportif dalam arti tidak makin membuat penderita cemas atau takut. Ditimbulkan simpati dan empati dari anggota keluarganya sehingga dukungan fisik dan psikik mereka menjadi maksimal.
b. Rehabilitasi
Tujuan rehabilitasi medik adalah untuk meningkatkan kualitas hidup penderita dan menghambat bertambah beratnya gejala penyakit serta mengatasi masalah-masalah sebagai berikut :
• Abnormalitas gerakan
• Kecenderungan postur tubuh yang salah
• Gejala otonom
• Gangguan perawatan diri ( Activity of Daily Living – ADL )
• Perubahan psikologik
Untuk mencapai tujuan tersebut diatas dapat dilakukan tindakan sebagai berikut :
1. Terapi fisik : ROM ( range of motion )
• Peregangan
• Koreksi postur tubuh
• Latihan koordinasi
• Latihan jalan ( gait training )
• Latihan buli-buli dan rectum
• Latihan kebugaran kardiopulmonar
• Edukasi dan program latihan di rumah
2. Terapi okupasi
Memberikan program yang ditujukan terutama dalam hal pelaksanaan aktivitas kehidupan sehari-hari .
3. Terapi wicara
Membantu penderita Parkinson dengan memberikan program latihan pernapasan diafragma , evaluasi menelan, latihan disartria , latihan bernapas dalam sebelum bicara. Latihan ini dapat membantu memperbaiki volume berbicara , irama dan artikulasi.
4. Psikoterapi
Membuat program dengan melakukan intervensi psikoterapi setelah melakukan asesmen mengenai fungsi kognitif , kepribadian , status mental ,keluarga dan perilaku.
5. Terapi sosial medik
Berperan dalam melakukan asesmen dampak psikososial lingkungan dan finansial , untuk maksud tersebut perlu dilakukan kunjungan rumah/ lingkungan tempat bekerja.
6. Orthotik Prosthetik
Dapat membantu penderita Parkinson yang mengalami ketidakstabilan postural , dengan membuatkan alat Bantu jalan seperti tongkat atau walker.
c. Diet
Pada penderita parkinson ini sebenarnya tidaklah diperlukan suatu diet yang khusus , akan tetapi diet penderita ini yang diberikan dengan tujuan agar tidak terjadi kekurangan gizi , penurunan berat badan , dan pengurangan jumlah massa otot , serta tidak terjadinya konstipasi . Penderita dianjurkan untuk memakan makanan yang berimbang antara komposisi serat dan air untuk mencegah terjadinya konstipasi , serta cukup kalsium untuk mempertahankan struktur tulang agar tetap baik . Apabila didapatkan penurunan motilitas usus dapat dipertimbangkan pemberian laksan setiap beberapa hari sekali . Hindari makanan yang mengandung alkohol atau berkalori tinggi.
2. Pembedahan :
• Tindakan pembedahan untuk penyakit parkinson dilakukan bila penderita tidak lagi memberikan respon terhadap pengobatan / intractable , yaitu masih adanya gejala dua dari gejala utama penyakit parkinson ( tremor , rigiditas , bradi/akinesia, gait/postural instability ) , Fluktuasi motorik , fenomena on-off , diskinesia karena obat, juga memberi respons baik terhadap pembedahan .15
Ada 2 jenis pembedahan yang bisa dilakukan :
a. Pallidotomi , yang hasilnya cukup baik untuk menekan gejala :
- Akinesia / bradi kinesia
- Gangguan jalan / postural
- Gangguan bicara
b. Thalamotomi , yang efektif untuk gejala :
- Tremor
- Rigiditas
- Diskinesia karena obat.
3. Stimulasi otak dalam
Mekanisme yang mendasari efektifitas stimulasi otak dalam untuk penyakit parkinson ini sampai sekarang belum jelas , namun perbaikan gejala penyakit parkinson bisa mencapai 80% . Frekwensi rangsangan yang diberikan pada umumnya lebih besar dari 130 Hz dengan lebar pulsa antara 60 – 90 s . Stimulasi ini dengan alat stimulator yang ditanam di inti GPi dan STN.
4. Transplantasi
Percobaan transplantasi pada penderita penyakit parkinson dimulai 1982 oleh Lindvall dan kawannya , menggunakan jaringan medula adrenalis yang menghasilkan dopamin. Jaringan transplan ( graft ) lain yang pernah digunakan antara lain dari jaringan embrio ventral mesensefalon yang menggunakan jaringan premordial steam atau progenitor cells , non neural cells ( biasanya fibroblast atau astrosytes ) , testis-derived sertoli cells dan carotid body epithelial glomus cells. Untuk mencegah reaksi penolakan jaringan diberikan obat immunosupressant cyclosporin A yang menghambat proliferasi T cells sehingga masa idup graft jadi lebih panjang.14
Transplantasi yang berhasil baik dapat mengurangi gejala penyakit parkinson selama 4 tahun kemudian efeknya menurun 4 – 6 tahun sesudah transplantasi. Sampai saat ini , diseluruh dunia ada 300 penderita penyakit parkinson memperoleh pengobatan transplantasi dari jaringan embrio ventral mesensefalon.
J. Prognosis
Obat-obatan yang ada sekarang hanya menekan gejala-gejala parkinson, sedangkan perjalanan penyakit itu belum bisa dihentikan sampai saat ini. Sekali terkena parkinson, maka penyakit ini akan menemani sepanjang hidupnya. Tanpa perawatan, gangguan yang terjadi mengalami progress hingga terjadi total disabilitas, sering disertai dengan ketidakmampuan fungsi otak general, dan dapat menyebabkan kematian. Dengan perawatan, gangguan pada setiap pasien berbeda-berbeda. Kebanyakan pasien berespon terhadap medikasi. Perluasan gejala berkurang, dan lamanya gejala terkontrol sangat bervariasi. Efek samping pengobatan terkadang dapat sangat parah.
PD sendiri tidak dianggap sebagai penyakit yang fatal, tetapi berkembang sejalan dengan waktu. Rata-rata harapan hidup pada pasien PD pada umumnya lebih rendah dibandingkan yang tidak menderita PD. Pada tahap akhir, PD dapat menyebabkan komplikasi seperti tersedak, pneumoni, dan memburuk yang dapat menyebabkan kematian. Progresifitas gejala pada PD dapat berlangsung 20 tahun atau lebih. Namun demikian pada beberapa orang dapat lebih singkat. Tidak ada cara yang tepat untuk memprediksikan lamanya penyakit ini pada masing-masing individu. Dengan treatment yang tepat, kebanyakn pasien PD dapat hidup produktif beberapa tahun setelah diagnosis.
ALGORITME PENATALAKSANAAN PENYAKIT PARKINSON
BAB III
PENUTUP
Penyakit Parkinson adalah penyakit neurodegeneratif yang bersifat kronis progresif, merupakan suatu penyakit/sindrom karena gangguan pada ganglia basalis akibat penurunan atau tidak adanya pengiriman dopamine dari substansia nigra ke globus palidus/ neostriatum (striatal dopamine deficiency). Di Amerika Serikat, ada sekitar 500.000 penderita parkinson. Di Indonesia sendiri, dengan jumlah penduduk 210 juta orang, diperkirakan ada sekitar 200.000-400.000 penderita.2
Penyakit Parkinson merupakan penyakit kronis yang membutuhkan penanganan secara holistik meliputi berbagai bidang. Pada saat ini tidak ada terapi untuk menyembuhkan penyakit ini, tetapi pengobatan dan operasi dapat mengatasi gejala yang timbul . Obat-obatan yang ada sekarang hanya menekan gejala-gejala parkinson, sedangkan perjalanan penyakit itu belum bisa dihentikan sampai saat ini. Sekali terkena parkinson, maka penyakit ini akan menemani sepanjang hidupnya.3
Tanpa perawatan, gangguan yang terjadi mengalami progress hingga terjadi total disabilitas, sering disertai dengan ketidakmampuan fungsi otak general, dan dapat menyebabkan kematian. Dengan perawatan, gangguan pada setiap pasien berbeda-berbeda. Kebanyakan pasien berespon terhadap medikasi. Perluasan gejala berkurang, dan lamanya gejala terkontrol sangat bervariasi. Efek samping pengobatan terkadang dapat sangat parah
Langganan:
Postingan (Atom)